Liputan6.com, Solo - Langit di Taman Balekambang, Solo, Jawa Tengah, sepanjang Jumat hingga Minggu (23-25 September 2016) berwarna-warni. Ratusan payung beragam warna menghiasi langit. Payung yang ditampilkan tak biasa karena materialnya terbuat dari beragam kain Nusantara.
Ada payung dari garis-garis kain lurik, kain batik dengan ragam motif mulai truntum dan parang. Ada juga kain endek, kain dari Lombok dan kain tenun Jepara. Selain payung dari kain Nusantara, ada juga kain yang bermaterialkan rajutan dari benang wol.
Keberadaan payung-payung unik itu menarik perhatian warga Solo dan wisatawan untuk swafoto alias selfie dengan latar payung-payung itu. Ratusan payung yang ditampilkan itu merupakan bagian dari Festival Payung Indonesia bertajuk Sky Umbrella.
Festival tersebut berniat membangkitkan kembali industri kecil payung. Panitia sengaja menggandeng desa dan komunitas yang fokus mengembangkan kerajinan payung. Di antaranya Desa Talawi Salah Lunto (Sumatera Barat), Desa Tali Bagor (Banyumas), Desa Kaliwungu (Kendal), Desa Juwiring (Klaten), serta dari Tasikmalaya dan Yogyakarta.
Baca Juga
Advertisement
Ketua Panitia Festival Payung Indonesia, Heru Prasetya menjelaskan sengaja menggandeng para komunitas dan desa kerajinan payung. Alasannya adalah keberadaan kerajinan payung ini mulai terlupakan.
"Payung merupakan sumber inspirasi festival ini. Kami mencoba untuk melestarikan sekaligus menciptakan inovasi dan kreasi. Dan kreativitas inilah yang diharapkan dapat mendatangkan wisatawan," ucap Heru di Balekambang, Solo, Sabtu (24/9/2016).
Festival ini tidak hanya menyajikan instalasi payung kain Nusantara tetapi juga pentas budaya. Ada juga karnaval payung, pentas tari payung, fashion show payung, pameran dan lomba foto, sarasehan dan refleksi serta workshop World Culture Forum.
"Acara ini melibatkan seniman dan perajin payung dari 20 daerah dan enam negara. Seniman dari negara asing itu di antaranya Singapura, Brunei Darussalam, Inggris, dan Jerman, " kata Heru.