Liputan6.com, Aleppo - Kasur-kasur di sebuah rumah sakit dipenuhi tubuh bocah penuh debu dan darah. Tak lama kemudian, tim penyelamat membawa seorang bayi dengan darah di kepalanya. Tak bergerak. Tak jelas apakah mereka masih bernyawa atau tidak.
Itulah gambaran kota Aleppo akibat serangan bom yang jatuh sepanjang 23-24 September 2016. Hari penuh mimpi buruk di saat pasukan gabungan AS dan Rusia melakukan gencatan senjata.
Advertisement
Namun, justru di masa yang seharusnya damai, kekerasan makin terjadi di Suriah. Hal itu menjadi pertanda jalur diplomasi telah gagal, sekali lagi. Serangan udara makin brutal.
Akibat dari serangan udara itu, 1,75 juta warga Aleppo --yang tersisa-- harus hidup tanpa air. Salah satu sasaran serangan tersebut adalah pompa-pompa air.
"Nyaris 2 juta warga di Aleppo harus bertahan hidup tanpa air lagi. Bocah-bocah yang terluka, yang kurang gizi, harus kembali merana dan nyawanya terancam akibat penyakit yang disebabkan oleh kekurangan air," kata Hanaa Singer, Perwakilan UNICEF di Suriah, seperti dilansir The Guardian, Minggu (25/9/2016).
Akibat dari pengeboman pusat pompa air, terdapat kebocoran membentuk genangan air kotor.
"Di bagian timur Aleppo, penduduk di sana kemungkinan besar akan terkontaminasi dengan air kotor. Sangat berbahaya bagi keselamatan anak-anak. Saya sangat putus asa mengharapkan agar konflik... tidak, ini perang agar segera berhenti," lanjutnya.
Setidaknya 25 orang tewas akibat serangan yang terjadi pada Sabtu setelah militer Suriah menyerang secara ofensif di Aleppo. Kota itu dikuasai oleh oposisi dari Presiden Bashar al-Ashad.
Namun, Syrian Observatory for Human Rights mengklaim mendokumentasikan 47 kematian pada Jumat, termasuk anak-anak.
Penduduk yang masih bertahan di Aleppo mengatakan wilayah mereka menjadi target sasaran serangan udara paling mematikan sepanjang konflik.
"Sayangnya, ini terus berlanjut. Kini, justru lebih banyak pesawat di langit," tutur Ammar al-Selmo, kepala Pertahanan Sipil Suriah.
Menurutnya, para penyerang juga menggunakan senjata yang lebih maju. Salah satu saksi mata mengatakan, sebuah misil yang menyerang Aleppo pada Jumat menciptakan efek getaran seperti gempa bumi.
"Mereka menggunakan senjata yang sepertinya spesifik untuk meruntuhkan bangunan," ujar pejabat senior oposisi kepada Reuters.
"Banyak warga sipil terperangkap dalam reruntuhan bukan karena di atasnya diserang oleh senjata, melainkan efek misil yang jauhnya sekian kilometer dari tempat mereka berlindung," tambahnya.
Lebih dari 250 ribu residen timur Aleppo akhirnya mengungsi setelah terjadi serangan pada akhir pekan. Pemerintah Suriah yang didukung tentara Palestina mengambil kontrol kamp Handarat yang dikuasai oposisi.
Pertahanan Sipil Suriah atau oposisi yang dikenal dengan 'helm putih', kaget dengan kerusakan yang terjadi di wilayahnya. Termasuk beberapa basis pertahanan mereka.
Menurut kelompok itu, tinggal 2 mobil pemadam kebakaran yang tersisa untuk kawasan timur Aleppo, sementara satu-satunya ambulans kini harus berjibaku keliling kota mengangkut mereka yang terluka.