Liputan6.com, Jakarta - Proses sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso sudah memasuki detik-detik akhir. Sidang kasus yang akrab disebut 'kopi sianida' ini sudah berlangsung hingga 24 kali.
Baik kubu jaksa penuntut umum (JPU) maupun tim penasihat hukum Jessica tinggal memiliki satu kesempatan lagi menghadirkan saksi di persidangan. Selanjutnya sidang bakal digelar dengan agenda pemeriksaan terdakwa, tuntutan, pleidoi, dan putusan.
Advertisement
Persidangan kasus 'kopi sianida' yang menjadi perhatian publik ini selalu menyajikan fakta menarik di setiap episodenya. Apalagi setiap persidangan selalu disuguhkan 'drama' perdebatan alot antar-kubu.
Saksi-saksi yang dihadirkan kubu JPU, baik fakta maupun ahli selalu memberatkan dakwaan Jessica. Begitu juga sebaliknya, saksi yang dihadirkan kubu Jessica menyerang balik kesaksian kubu JPU. Sejumlah argumentasi ahli dari JPU pun dibantah.
Seolah tak mau kalah, kubu JPU pun menyerang balik argumentasi yang dilontarkan ahli kubu Jessica di persidangan. Namun karena kesempatan kedua tak didapatkan, serangan pun dilakukan dari luar persidangan.
Berikut tiga serangan untuk kubu Jessica di luar persidangan:
Konpers Dadakan 3 Ahli
Kesaksian tiga ahli dari Universitas Indonesia (UI) yang dihadirkan kubu Jessica, yakni psikolog Dewi Taviana Walida Haroen, kriminolog Eva Achjani Zulfa, dan psikolog klinis Agus Mauludi rupanya membuat kuping kubu JPU panas. Mereka menyebut keterangan sejumlah ahli yang pernah dihadirkan JPU salah.
Benar saja, sejumlah ahli yang dimaksud pun meradang. Mereka pun menggelar konferensi pers (konpers) secara mendadak pada Selasa 20 September 2016 atau sehari setelah Dewi, Eva, dan Agus memberikan kesaksiannya di persidangan Jessica.
Konpers di bilangan Darmawangsa, Jakarta Selatan itu dihadiri ahli kriminologi Ronny Nitibaskara, ahli psikologi Sarlito Wirawan Sarwono, dan ahli psikologi klinis Kassandra Putranto. Dua orang, yakni Ronny dan Sarlito merupakan ahli yang pernah dihadirkan JPU di persidangan Jessica.
Dalam pertemuan itu, Ronny dan Sarlito protes atas tindakan yang dilakukan ahli dari kubu Jessica. Mereka juga kecewa, karena keterangan pakar dari kubu Jessica justru terkesan mengadu domba keilmuan para ahli.
"Saya menyesalkan adanya upaya-upaya bukan untuk memberi argumentasi kasus, tapi mengadu domba antara ahli satu sama lain," ujar Sarlito saat itu.
Namun ada yang menarik dengan konpers ini. Tidak jelas siapa sebenarnya penyelenggara pertemuan itu.
Agenda yang diterima sejumlah awak media mencantumkan nama Wadirkrimum Polda Metro Jaya AKBP Herry Heryawan. Munculnya pejabat kepolisian dalam konpers tiga ahli tentu menimbulkan pertanyaan besar. Apalagi kasus Jessica telah dilimpahkan ke kejaksaan dan naik di persidangan.
Herry sendiri membantah jika pertemuan itu diinisiasi oleh Polda Metro Jaya. Dia menyatakan konpers itu dilakukan oleh sejumlah ahli yang pernah dihadirkan di persidangan Jessica, yakni Ronny Nitibaskara dan kawan-kawan.
Namun, Ronny juga membantah jika dirinya yang menjadi penyelenggara konpers tersebut. Dia mengaku hanya menerima undangan untuk hadir di acara konpers. Tapi dia tidak menyebutkan apakah undangan itu dari penyidik kepolisian atau JPU.
Sementara JPU yang menangani perkara Jessica, Ardito Muwardi mengaku tidak mengetahui adanya konpers di bilangan Darmawangsa itu.
Advertisement
Eksperimen Kopi Sianida di Kafe Olivier
Dua orang ahli yang pernah dihadirkan JPU, yakni toksikolog forensik dari Puslabfor Mabes Polri Kombes Nursamran Subandi dan toksikolog forensik dari Universitas Udayana I Made Agus Gelgel Wirasuta tiba-tiba melakukan eksperimen kopi sianida di Kafe Olivier, Jakarta Pusat.
Uji coba itu dilakukan pada Kamis 22 September 2016 pagi, atau sesaat sebelum sidang ke-24 Jessica digelar. Namun uji coba itu dilakukan duo ahli toksikologi forensik di luar agenda persidangan.
Nursamran menduga kuat, sianida yang digunakan Jessica berbentuk padat. Racun yang digunakan itu juga disebut-sebut mudah didapatkan di pasaran.
Sementara Agus Gelgel menuturkan, eksperimen itu dilakukan agar publik tahu reaksi sianida yang sebenarnya ketika dicampurkan ke dalam es kopi Vietnam. Uji coba itu sekaligus membantah keterangan ahli toksikologi yang dihadirkan kubu Jessica, Budiawan, bahwa aroma sianida dapat membuat orang di sekitarnya pusing.
"Silakan menilai secara logis. Jika dibandingkan, ada perbedaan ahli yang ditampilkan Jessica dan jaksa penuntut umum (JPU)," ucap Agus Gelgel kala itu.
Dalam praktiknya, kedua ahli itu memasukkan bubuk sianida ke dalam es kopi Vietnam, lalu mengaduknya. Agus menyebut, tidak ada aroma yang menyengat pada kopi setelah sianida ditabur. Apalagi sampai membuat orang pusing.
Kedua ahli juga sempat meminta awak media yang meliput untuk mencoba mencium aroma kopi yang sudah tercampur sianida.
Namun hasil eksperimen kopi sianida ini tentu tidak dapat dijadikan pertimbangan majelis hakim dalam memutus perkara Jessica. Sebab, uji coba itu diluar agenda persidangan.
Tim JPU yang digawangi Ardito Muwardi mengaku tidak mengetahui perihal eksperimen kopi sianida itu. JPU mengaku tidak pernah memerintahkan ahli untuk melakukan uji coba kopi sianida.
Eksperimen itu juga tanpa sepengetahuan Mabes Polri. Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ari Dono Sukmanto bahkan mempertanyakan kepentingan uji coba kopi sianida itu. Terlebih, kasus tersebut sudah dalam proses persidangan.
Protes Dekan Psikologi UI
Serangan balik untuk kubu Jessica tidak hanya muncul dari mereka yang pernah terlibat di persidangan. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Dr Tjut Rifameutia Umar Ali mempertanyakan status ahli psikologi yang pernah dihadirkan kubu Jessica di persidangan, Dewi Taviana Walida Haroen.
Dalam keterangan tertulisnya, Rifameutia menyebut, Dewi bukan merupakan staf pengajar di almamaternya. Psikolog yang bersaksi di persidangan ke-22 kasus Jessica itu juga tidak terafiliasi dengan UI.
Rifameutia menjelaskan, hal ini harus diluruskan mengingat banyak yang mengeluh dan mempertanyakan status Dewi yang disebut sebagai ahli psikologi UI. Namun ia mengakui, Dewi memang alumnus UI pada 1984.
Kasus kematian Wayan Mirna Salihin secara mendadak usai minum es kopi Vietnam di Kafe Olivier ini menyita perhatian publik. Mirna diduga tewas akibat racun sianida yang ada di es kopi tersebut.
Jessica yang saat itu memesankan kopi untuk Mirna akhirnya dijadikan sebagai terdakwa tunggal. Alumnus Billy Blue Collage Australia itu didakwa dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana dengan ancaman hukuman mati.
Namun hingga persidangan berlangsung 24 kali, belum ada satu pun saksi yang melihat Jessica menaruh racun sianida di minuman Mirna. Alih-alih membuat terang perkara, argumentasi sejumlah ahli yang di hadirkan di persidangan justru melahirkan perdebatan yang sengit.
Kendati begitu, jalannya persidangan yang berlarut-larut tetap menyita perhatian publik. Apalagi, setiap episode persidangan selalu menyajikan fakta dan drama-drama yang menarik. Publik pun tak sabar menunggu hasil putusan kasus 'kopi sianida' ini.
Advertisement