Duka Lara Warga Aleppo, 85 Orang Tewas dalam Serangan Udara

Serangan terbaru di Suriah terjadi di tengah-tengah pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas kondisi di negara pimpinan Assad itu.

oleh Citra Dewi diperbarui 26 Sep 2016, 12:08 WIB
Seorang pria berjalan di antara reruntuhan bangunan setelah terjadi serangan udara di al-Qaterji dekat Aleppo, Suriah (25/9) (Reuters)

Liputan6.com, Aleppo - Pasukan Pemerintah Suriah menyerang daerah yang dikuasai oposisi, Aleppo, pada Minggu, 25 September waktu setempat. Menurut laporan kelompok aktivis, peristiwa itu menewaskan setidaknya 85 orang dan melukai 300 lainnya.

Serangan tersebut merusak area perumahan, membuat rumah sakit kewalahan dalam menangani para korban, dan memicu kemarahan para diplomat di PBB.

"Semua orang di Aleppo tertekan," ujar seorang aktivis lapangan kepada CNN seperti dikutip Liputan6.com, Senin (26/9/2016).

"Mereka tidak tahu apa yang telah mereka lakukan, sehingga menjadi target serangan udara. Ketakutan jelas terlihat di mata semua orang yang sedang berjalan di Aleppo. Kemarin aku melihat seorang perempuan berjalan dan menangis, tak ada alasan jelas, hanya menangis," kata dia.

Ratusan serangan udara bertubi-tubi menghajar Aleppo, rumah bagi 250.000 orang. Hal itu terjadi sejak Pemerintah Suriah yang didukung oleh Rusia mengumumkan serangan terbaru yang komprehensif sejak gencatan senjata gagal dilakukan.

Para aktivis mengatakan, sulit melakukan operasi penyelamatan di Aleppo karena kehadiran terus menerus pesawat tempur. Rumah sakit pun harus menghadapi keterbatasan obat, kantong darah, dan persediaan.

Mereka juga mengatakan bahwa 40 orang terpaksa dibaringkan di lantai sebuah rumah sakit karena tak ada tempat tidur.

Orang-orang yang terluka pun mengalami keadaan kritis karena layanan kesehatan kewalahan dan tak memiliki kapasitas untuk merawat mereka akibat banyak keterbatasan.

Aktivis tersebut menambahkan, kini hanya 20 dokter yang tersisa di Aleppo.

Seorang anak berada di depan toko yang hancur akibat serangan udara di Suriah (Reuters)

Serangan itu terjadi bersamaan pada saat Dewan Keamanan PBB melakukan pertemuan darurat yang membahas serangan Pemerintah Suriah ke Aleppo. Ketegangan pun tak terelakkan.

Duta Besar AS untuk PBB, Samantha Powel, menuduh Rusia melakukan barbarisme di Suriah.

"Apa yang Rusia dukung dan lakukan bukan upaya anti-terorisme, itu adalah barbarisme," ujar Power kepada Dewan Keamanan PBB.

"Alih-alih mengejar perdamaian, Rusia dan Assad (Presiden Suriah) justru berperang. Alih-alih membantu membantu warga mendapatkan bantuan kesehatan, mereka malah membom konvoi kemanusiaan, rumah sakit, dan petugas awal yang berusaha mati-matian menjaga orang agar tetap hidup," imbuh Power.

Sementara itu Duta Besar Rusia untuk PBB, Vitaly Churkin mengatakan, dukungan untuk pemberontak yang dipimpin AS telah menghambat upaya kemanusiaan.

"Situasi kemanusiaan di Aleppo bisa dinormalisasi pada Agustus, namun itu tak dilakukan, karena kelompok bersenjata mencegah itu," ujar Churkin.

Sementara itu Amerika Serikat, Inggris, dan Prancis, meminta pembahasan atas bangkitnya lagi rezim militer untuk merebut kembali bagian yang dikuasai pemberontak di Aleppo timur.

Orang tua berjalan membawa bayinya menyusul serangan udara di kota Suriah bagian utara, Aleppo, Kamis (28/4). Meskipun PBB menetapkan gencatan senjata Februari lalu, jumlah korban tewas terus bertambah. (AFP PHOTO / Ameer ALHALBI)

Duta Besar Suriah untuk PBB Bashar Jaafari mengatakan kepada Dewan Keamanan, pemerintahnya berencana merebut kembali semua wilayah yang saat ini dikuasai oleh pemberontak, termasuk Aleppo.

Menteri Luar Negeri Inggris, Boris Johnson, mengatakan bahwa Rusia bersalah karena telah memperpanjang perang Suriah dan membuatnya jauh lebih mengerikan.

Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon juga mengatakan bahwa penggunaan serangan udara, senjata pembakar, dan bom bunker di daerah padat penduduk oleh Pemerintah merupakan kejahatan perang.

Militer Suriah telah mengumumkan adanya gencatan senjata pada Senin lalu, setelah sebuah serangan udara yang dipimpin AS di pos militer Suriah menewaskan puluhan pasukan.

Militer AS pun tak membantah serangan itu. Namun mereka mengaku melakukannya dengan tak sengaja dan menyampaikan penyesalan ke Suriah melalui Rusia.

Beberapa saat setelah gencatan senjata berakhir, konvoi Bulan Sabit Merah Suriah-PBB diserang melalui udara dan menewaskan sekitar 20 orang. Pemerintah AS menyalahkan Rusia atas peristiwa itu, sementara Rusia membantah bahwa pihaknya maupun Suriah tak bertanggung jawab atas hal itu.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya