Liputan6.com, Jakarta - Minat masyarakat untuk ikut program tax amnesty atau pengampunan pajak semakin meningkat. Maka tak heran jika antrean di kantor pajak semakin panjang.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama mengimbau wajib pajak usaha mikro kecil menengah (UMKM) menunda ikut tax amnesty jika antrean mengular. Pasalnya, tarif deklarasi untuk UMKM sama dan tak dibatasi periode.
"Kami minta, disarankan pulang aja deh. Bukan ditolak. Tetapi karena tarif sama mau datang sekarang atau nanti Oktober sama," kata dia di Kantor Pajak Jalan Sudirman Jakarta, Senin (26/9/2016).
Untuk diketahui, tarif deklarasi yang melaporkan harta di bawah Rp 10 miliar sebesar 0,5 persen. Sementara deklarasi harta di atas Rp 10 miliar sebesar 2 persen. "Tarif 0,5 persen dan 2 persen. Tarif sama tidak ada perubahan. Kalau lihat kantor pajak penuh tunda aja," ungkap dia.
Baca Juga
Advertisement
Dia meminta supaya wajib pajak ini menunaikan kewajiban saat kantor pajak sepi. Sehingga, wajib pajak bisa ikut tax amnesty dengan nyaman. "Tidak perlu buru-buru supaya nyaman, tapi kalau nggak banyak (sepi) silahkan," tandas dia.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi telah mengeluarkan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 13/PJ/2016 tentang Tata Cara Penerimaan Surat Pernyataan pada Minggu Terakhir Periode Pertama Surat Pernyataan.
Adanya peraturan tersebut untuk mempercepat proses tax amnesty lantaran minat masyarakat semakin besar untuk memperoleh tarif terendah pada periode pertama.
"Yang jelas selama seminggu ini antrean sudah panjang," kata dia konferensi pers di Kantor Pajak Sudirman Jakarta, Senin (26/9/2016).
Ken menjelaskan, dalam peraturan ini DJP memberikan kemudahan dalam hal administrasi. Dia mengatakan, bagi wajib pajak yang tidak dapat menyampaikan lampiran dengan lengkap dan sesuai, sebelum batas waktu periode pertama akan diberikan kemudahan.
Dia mengatakan, surat pernyataan dapat diterima tapi harus dilengkapi dengan:
a) bukti pembayaran uang tebusan berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara
b) bukti pelunasan tunggakan pajak bagi wajib pajak yang memiliki tunggakan pajak
c) bukti pelunasan pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan berupa surat setoran pajak atau bukti penerimaan negara. Dalam hal wajib pajak yang sedang diperiksa bukti permulaan dan /atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, dengan disertai informasi tertulis dari Dirjen Pajak melalui kepala unit pelaksana pemeriksaan bukti permulaan atau kepala unit pelaksana penyidikan
d) daftar rincian harta tambahan yang paling sedikit memuat informasi kepemilikan harta berupa kode harta (kolom 2), nama harta (kolom 3), tahun perolehan (kolom 4), dan nilai nominal atau nilai wajar (kolom 5B).
e) daftar utang tambahan yang paling sedikit memuat informasi berupa kode utang (kolom 15), jenis utang (kolom 16), tahun peminjaman (kolom 17) dan nilai yang dapat diperhitungkan sebagai pengurangan (kolom 5C). (Amd/Gdn)