Liputan6.com, Jakarta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyatakan meningkatnya jumlah utang pemerintah setiap tahun tidak akan menimbulkan masalah ke depannya. Itu karena utang pemerintah tersebut digunakan untuk kebutuhan pembangunan di dalam negeri.
Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Resiko (DJPPR) Kemenkeu Scenaider CH Siahaan mengatakan, meningkatnya jumlah utang pemerintah ini sejalan dengan kenaikan kebutuhan pembiayaan infrastruktur yang tengah digalakkan pemerintah.
Infrastruktur ini penting untuk menunjang kegiatan ekonomi di dalam negeri ke depannya.
"Tambahan utang yang meningkat setiap tahun sejalan dengan meningkatnya kebutuhan untuk pembiayaan infrastruktur dan belanja produktif yang diperlukan untuk mendorong perekonomian," ujar dia kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Dengan perputaran roda ekonomi yang lebih baik karena ketersediaan infrastruktur di dalam negeri, lanjut Scenaider, maka diharapkan akan berdampak positif pada penerimaan negara sehingga pemerintah akan mampu membayar utang-utang yang jatuh tempo di masa depan.
Baca Juga
Advertisement
"Dengan demikian, peningkatan tambahan utang memberikan dampak positif bagi kemampuan perekonomian nasional dalam membayar kembali utang jatuh tempo pada masa yang akan datang," tandas dia.
Diberitakan sebelumnya, DJPPR Kemenkeu melaporkan, total utang pemerintah pusat sampai dengan posisi Agustus 2016 telah menembus Rp 3.438,29 triliun.
Realisasi ini mengalami kenaikan signifikan sebesar Rp 78,47 triliun dalam waktu sebulan dari posisi Juli sebesar Rp 3.359,82 triliun.
Dari data DJPPR, dalam denominasi dolar AS, total nilai utang pemerintah pusat yang sebesar Rp 3.438,29 triliun di periode Agustus ini membengkak jadi US$ 258,52 miliar dibanding realisasi sebelumnya US$ 256,59 miliar.
Dirinci lebih dalam, utang pemerintah pusat itu berasal dari pinjaman sebesar Rp 754,01 triliun atau US$ 56,69 miliar hingga Agustus 2016 dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 2.684,28 triliun atau setara US$ 201,83 miliar.
Pencapaian nilai pinjaman tersebut naik Rp 22,53 triliun dari realisasi bulan ketujuh 2016 yang sebesar Rp 731,48 triliun.
Sementara nilai SBN pada periode Agustus ini melonjak Rp 55,94 triliun dari penerbitan SBN hingga Juli lalu sebesar Rp 2.628,34 triliun.
Data DJPPR menyebutkan, pinjaman senilai Rp 754,01 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 749,33 triliun yang rinciannya adalah pinjaman bilateral sebesar Rp 342,46 triliun, multilateral Rp 358,57 triliun, komersial bank Rp 48,18 triliun dan suppliers Rp 0,12 triliun. Adapun pinjaman dalam negeri sebesar Rp 4,68 triliun.
Utang pemerintah pusat yang bersumber dari penerbitan SBN senilai Rp 2.684,28 triliun, terdiri dari utang dalam denominasi valuta asing Rp 722,10 triliun dan Rp 1.962,18 triliun dari SBN dengan denominasi rupiah.
Nilai utang hingga Agustus yang tercatat Rp 3.438,29 triliun setara dengan rasio 27,7 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mencapai Rp 12.627 triliun.(Dny/Nrm)