Liputan6.com, Seoul - Tekad Korea Selatan (Korsel) untuk memerangi perilaku suap dan korupsi tak main-main. Negara yang terkenal dengan budaya K-Pop itu memberlakukan undang-undang anti-korupsi yang oleh sejumlah pihak diklaim sangat ketat.
Dikutip dari CNN, Rabu (28/9/2016) undang-undang baru ini melarang siapa saja untuk membeli makanan seharga lebih dari 30.000 won atau setara dengan Rp 354.141 yang ditujukan kepada pejabat publik, karyawan di perusahaan negara, wartawan, serta guru sekolah.
Advertisement
Sementara itu, barang yang diperuntukkan sebagai hadiah tidak boleh lebih dari US$ 45 atau Rp 581.625. Untuk sumbangan hanya diizinkan US$ 90 atau Rp 1.163.250.
Siapa pun yang melanggar undang-undang tersebut akan mendekam di balik jeruji besi selama tiga tahun dan dikenai denda ribuan dolar.
Undang-undang anti-korupsi ini diterapkan di tengah ketidakpercayaan yang cukup tinggi terhadap pejabat publik.
Survei pada 2014 yang dilakukan Korea Institute of Public Administration menunjukkan 78,7 persen responden meyakini tindak korupsi di kalangan pejabat senior sudah memasuki tahap serius. Sementara 90 persen percaya bahwa perilaku serupa marak terjadi di lingkungan parlemen.
Jajak pendapat yang dilakukan oleh Komisi Anti-Korupsi dan Hak Sipil menemukan 60 persen responden mempercayai tindak korupsi telah meluas di masyarakat Korsel.
Tuai Kritikan
Kendati pemberlakuan undang-undang ini menunjukkan keseriusan untuk membasmi korupsi, di sisi lain muncul kritikan dari kalangan pengusaha.
Mereka mengklaim produk hukum tersebut bisa menimbulkan dampak serius terhadap bisnis mereka dan perjuangan negara itu dalam menaikkan tingkat konsumsi dalam negeri.
Seorang juru bicara Usaha Kecil dan Layanan Market mengestimasikan kerugian yang mungkin timbul dapat mencapai US$ 2,6 miliar per tahunnya. Sementara para penjual disebut dapat kehilangan 1,26 juta pelanggan.
"Meski kami bersimpati terhadap tujuan UU yang dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan dalam sektor publik, kami khawatir bahwa penerapan hukum ini dapat menimbulkan efek samping yang besar," sebut Badan Usaha Kecil dan Menengah Korsel dalam pernyataannya.
"UU ini dapat membahayakan 7 juta pedagang kecil dan pebisnis dalam sektor pertanian dan kehutanan," imbuh pernyataan tersebut.
Walau menuai kritik, para pemilik restoran di ibu kota Korsel, Seoul dikabarkan mulai menyesuaikan diri dengan UU baru ini. Mereka mengkampanyekan menu anti-korupsi.
Di Korsel, makanan mewah, hadiah, dan sumbangan pada perayaan ulang tahun dan pemakaman adalah hal lazim dan sejak lama telah berlaku sebagai bagian dari etika budaya dan bisnis. Sehingga tak heran penerapan UU anti-korupsi ini mengundang perdebatan nasional.
Dengan berlakunya UU anti-korupsi ini, lobster, daging sapi dengan kualitas premium, dan minuman beralkohol terancam "absen" dari menu makanan atau minuman yang dihidangkan kepada para pejabat publik. Apalagi harga ketiganya melampaui dari nominal yang diizinkan.