Budaya Ngopi di Klinik Kopi, Tanpa Gula dan Rokok

Selain itu, tidak ada buku menu di Klinik Kopi.

oleh Yanuar H diperbarui 28 Sep 2016, 14:03 WIB
Tidak ada buku menu di Klinik Kopi. (Liputan6.com/Yanuar H)

Liputan6.com, Yogyakarta - Klinik Kopi semakin naik pamor sejak tampil di film Ada Apa Dengan Cinta 2 (AADC 2). Di dalam film itu dikisahkan Cinta sengaja mengajak Rangga menikmati kopi dengan cara unik. Si pemilik kedai sengaja bercerita sebelum menyajikan kopi kepada pelanggannya.

Keunikan itu bukan hanya adegan dalam film. Pemilik Klinik Kopi, Firmansyah--yang akrab disapa Pepeng itu, mengatakan sengaja menciptakan budaya ngopi yang tidak biasa di tempatnya. Budaya itu meliputi menyesap kopi tanpa gula.

Selain itu, Klinik Kopi juga tidak menyediakan buku menu seperti kedai kopi lainnya. Pengunjung bisa memperoleh kopi yang disukainya lewat berbincang dengan pelayan kopi. Saat berbincang, pelayan akan menceritakan asal-usul dan jenis kopi yang disajikan.

Hal berbeda lainnya adalah menikmati kopi tanpa rokok.

"Budaya kopi itu ada dua, pertama keturunan, kedua diciptakan. Kita lebih yang kedua, menciptakan budaya sendiri. Ngopi enggak harus ada asap rokok, ngopi enggak harus pakai gula," ujar Pepeng saat ditemui Liputan6.com, pekan lalu, Sabtu, 24 September 2016.

Usai meminum kopi, pengunjung juga wajib mengembalikan gelas kopinya ke ruang utama Klinik Kopi. Hal itu bermakna bahwa minum kopi itu bisa dirasakan semua orang.

"Di warung lain enggak ada kayak gini," ujar dia.


Lebih Suka Pelanggan Baru

Tidak ada buku menu di Klinik Kopi. (Liputan6.com/Yanuar H)

Pepeng mengatakan dengan banyaknya penikmat kopi di kedainya, ia justru suka dengan pelanggan baru. Menurut dia, kedatangan pelanggan baru membuat budaya minum kopi yang diciptakannya bisa lebih disebarluaskan, khususnya pada penikmat kopi awam. Hingga kini, ada 100 penikmat kopi baru yang datang ke Klinik Kopi.

"Kita justru nggak seneng dengan pelanggan lama. Kenapa? karena penginnya kita yang datang ke sini adalah orang baru. Yang pernah datang ke sini udah tahu, ya udah-lah bikin di rumah. Beli alat, kamu enggak usah ke sini," tutur Pepeng.

Pepeng mengatakan dengan budaya yang diciptakannya pula, ia berharap stigma kopi itu pahit akan hilang. Sebab, ada beberapa cara menikmati kopi tanpa gula namun tetap terasa enak.

"Sekarang Jogja jadi barometer kopi. Salah satunya Klinik Kopi punya fans sendiri," ujar dia.

Sementara itu, Anton Saputra, pengunjung dari Semarang, mengaku datang ke Klinik Kopi karena tertarik dengan kopi bikinan Klinik Kopi yang tanpa gula.

"Tempat asyik nyantai. Biasanya kopi biasa pakai gula. Tahu di sini enggak pakai gula," ujar dia.

Hal yang sama diungkapkan Kirana Nathalia asal Jakarta. Ia mengatakan Klinik kopi berbeda dengan tempat lain karena ada lesehannya.

"Kita juga enak lesehan aja, enggak nunggu di kursi. Memang kayaknya lebih asyik santai dengan teman," ujar Kirana.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya