Pembelaan Dirjen Pajak Hadapi Gugatan Buruh soal Tax Amnesty

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menegaskan tax amnesty merupakan hak semua masyarakat bukan kewajiban.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 28 Sep 2016, 14:20 WIB
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi memberikan penjelasan untuk melawan pihak penggugat dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) di sidang judicial review Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak atau tax amnesty‎. Sidang ini berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (28/9/2016).

‎"Tax amnesty adalah hak semua masyarakat, bukan kewajiban. Jadi kalau saya punya mobil dan rumah yang dibeli dengan gaji, tidak perlu ikut tax amnesty," kata Ken menanggapi saksi ahli dari KSPI di Gedung MK, Jakarta, siang ini.

Dia mencontohkan, seorang dosen yang mempunyai penghasilan dari beberapa sumber semisal universitas, ketika diakumulasi pendapatannya bisa dikenakan tarif progresif 5 persen atau 10 persen, bahkan 15 persen. Jadi pajak yang sudah dipotong bendahara universitas lebih kecil dari yang seharusnya disetor karena bisa dipungut pajak sesuai Pasal 25 dan 29.

"Karyawan selalu nihil pajaknya, jangan dibilang mereka tidak bayar pajak. Itu karena sudah dipotong oleh bagian keuangan perusahaan," ujar dia.

‎Dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak harus lengkap, benar, dan jelas. Artinya semua harta yang dimasukkan ke SPT jelas asal usulnya.

"Jadi kalau ada orang yang lupa bayar pajak, saya tidak sebut pengemplang pajak ya, dia bisa gunakan haknya ikut tax amnesty atau pembetulan SPT. Termasuk seorang janda yang punya warisan dan penghasilannya hanya dari pensiunan atau di bawah PTKP, maka tidak ikut tax amnesty tidak apa‎. Jadi kita tidak memberatkan rakyat kecil," tegas Ken.

Ia mengaku, tujuan dari tax amnesty adalah membawa kembali uang Warga Negara Indonesia (WNI) yang disimpan di‎ luar negeri ke Indonesia atau repatriasi. Dengan begitu, akan meningkatkan investasi.

"Investasi banyak, penyerapan tenaga kerja lebih banyak, daya beli naik, dan otomatis memberikan subjek dan objek pajak baru. Ekonomi bisa tumbuh," jelas Ken.

Majelis hakim MK memutuskan ‎sidang judicial review dilanjutkan kembali 11 Oktober 2016 dengan mendatangkan saksi ahli dari pemerintah. "Kita akan menunjuk ahli di 11 Oktober mendatang. Berapa dan siapa saksi ahlinya nanti saja," ujar Ken.  (Fik/Ahm)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya