Liputan6.com, Jakarta - Isu tentang kiamat kembali beredar. Kali ini fenomena Black Moon atau Bulan Hitam yang terjadi pada 30 September di Belahan Bumi Barat, disebut-sebut menjadi awal kehancuran Bumi.
Menurut pencetus teori konspirasi seperti dilansir oleh Inquisitr, ramalan Bulan Hitam akan dipenuhi pada 30 September dan menjadi awal kehancuran dunia. Namun, para ilmuwan membantah rumor tersebut.
Advertisement
Lalu apa sebenarnya Bulan Hitam itu?
Dikutip dari Space.com, Rabu (28/9/2016), Bulan Hitam adalah bulan baru ke dua yang terjadi dalam satu bulan kalender. Hal itu berkebalikan dengan fenomena Blue Moon, yakni bulan purnama ke dua yang terjadi dalam satu bulan kalender.
"Bulan Hitam adalah fenomena langit yang jarang, biasanya terjadi sekitar 32 bulan sekali," ujar Joe Rao dari Space.com.
Menurut AccuWeather, fenomena Bulan Hitam terakhir kali terjadi pada Maret 2014.
Seperti halnya bulan baru lain, Bulan Hitam tak dapat diamati. Hal tersebut terjadi karena sisi Bulan yang diterangi sinar Matahari menjauh dari Bumi, sehingga sisi yang terlihat dari Bumi seluruhnya berada dalam bayangan.
"Black moon hanya istilah bulan baru ke dua dalam satu bulan. Awal September yang pertama dan akhir September. Tidak teramati. Itu hanya istilah," jelas Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, kepada Liputan6.com.
Namun karena Bulan sangat gelap, malam terjadinya Bulan Hitam merupakan waktu yang tepat untuk mengamati bintang.
Bulan Hitam akan terjadi pada Jumat, 30 September 2016, pukul 20.11 waktu setempat bagi mereka yang tinggal di Bumi Belahan Barat, yakni Amerika Utara dan Selatan.
Untuk Belahan Timur, seperti Eropa, Afrika, Asia, dan Australia, bulan baru akan terjadi pada malam hari tanggal 1 Oktober. Jadi untuk bagian Bumi tersebut, yang terjadi bukanlah bulan baru kedua, tapi yang pertama.
Akibat hal tersebut, Bulan Hitam di Belahan Timur baru akan terjadi pada 30 Oktober, dan 31 Oktober untuk benua Asia, Jepang, Australia, dan Selandia Baru.
Dilansir dari Huffington Post, fenomena Bulan Hitam akan terjadi lagi di Belahan Barat pada Juli 2019.
Bulan Biru dan Merah Darah
Tak hanya hitam. Bulan bisa juga 'biru' atau merah serupa darah.
Dalam bahasa Inggris ada istilah 'Once in a Blue Moon.' Ini adalah ekspresi tentang sesuatu yang jarang, langka, bahkan absurd.
Biasanya tiap tahun, Bumi mengalami 12 kali purnama. Setiap bulan. Tapi di beberapa kali kesempatan, Bumi mendapatkan purnama ekstra. Hal ini terjadi karena ketidaksinkronan antara rotasi Bulan dan Bumi.
Bulan berotasi 29 hari, sementara Bumi 30 hari--kecuali Februari. Itulah yang menyebabkan purnama hadir dua kali dalam sebulan. Dan menurut perhitungan, blue moon terjadi tiap 2,7 tahun sekali, demikian seperti ditulis oleh SPACE.
Ada sebuah artikel di majalah Sky & Telescope terbitan tahun 1943 yang menuliskan artikel tentang bulan ekstra dalam kalender Masehi. Ditulis oleh Lawrence J. Lafleur. Ia menemukan sebuah fotokopi almanak tahun 1937. Di almanak itu tertulis 'blue moon' dan penjelasan tentangnya.
Di almanak tersebut tertulis, "Ini adalah sebuah kebetulan yang tidak menguntungkan, terutama buat para pendeta yang menyiapkan festival bulan purnama tiap bulannya, terpaksa melakukan dua kali karena terdapat dua bulan purnama dalam satu bulan."
"Ada tujuh bulan biru di kalendar Lunar tiap 19 tahun," lanjut almanak itu, "Di masa lalu, para pembuat almanak menemukan banyak kesulitan mengkalkulasi kapan terjadi Blue Moon dan ketidakpastian ini menciptakan istilah 'once in a blue moon.'
"Biru pada Blue Moon tidak merujuk pada warna, dalam Bahasa Inggris kuno 'biru' sebelum kata benda berarti 'pengkhianat.
'Disebut 'pengkhianat' karena bulan purnama seharusnya datang tiap satu bulannya, di mana Bulan terlihat besar dan berwarna putih pucat. Maka, purnama kedua dianggap 'pengkhianat'.
Hal berbeda terjadi pada bulan merah darah.
Efek merah muncul karena cahaya matahari yang mengenai Bulan tertutup Bumi. Tetapi atmosfer Bumi masih membiaskan cahaya merah dari Matahari itu, sehingga Bulan tidak gelap total.
"Saat cahaya matahari mengenai atmosfer Bumi, maka cahayanya akan dibiaskan. Hasil pembiasan ini yang membuat Bulan menjadi terlihat berwarna merah," ujar Thomas.
Advertisement