Liputan6.com, Serang - Dari sekitar 12 ribu penduduk Banten, sebanyak 33.500 orang di antaranya mengalami buta aksara alias tak bisa baca tulis pada 2016. Jumlah tersebut berkurang dari 2015 yang mencapai 51 ribu dan pada 2010 sebanyak 218 ribu.
"Berdasarkan data Balitbang, lima tahun terakhir menunjukkan hasil signifikan dalam penuntasan buta aksara. Banten bisa terbebas dari zona merah karena sisa tuna aksara hanya 3,7 persen dan sudah di bawah 5 persen," kata Pahala Simanjuntak, Deputi Program dan Evaluasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Rabu, 28 September 2016.
Dalam peringatan Hari Aksara Internasional (HAI) itu, Kemendikbud juga mengapresiasi peran Taman Bacaan Masyarakat (TBM), perpustakaan dan seluruh pihak yang bersama-sama memberantas buta aksara di Banten.
Baca Juga
Advertisement
Meski begitu, Pahala menekankan perlunya berbagai program pemeliharaan dan pelestarian keaksaraan. Pasalnya, mereka yang sudah bisa membaca dan menulis bisa kembali menjadi tuna aksara jika tidak terus diasah.
Salah satu kebiasaan yang harus terus didorong adalah Gerakan Indonesia Membaca (GIM). Gerakan itu merupakan media menuju masyarakat gemar membaca.
"GIM sebagai media menuju masyarakat gemar membaca dan belajar sampai akhir hayat. Dan, di Banten sudah me-launching program ini. Banten harus terus berkembang dan lebih kreatif lagi dalam mengembangkan program TBM," ucap Mendikbud Muhadjir Effendy.
Sementara itu, Gubernur Banten Rano Karno sempat curhat soal kesulitannya mengajak masyarakat Banten agar giat membaca. Ia kembali menghidupkan salah satu karakter dalam drama Si Doel Anak Sekolahan untuk menginspirasi warga rajin belajar.
"Karakter Mandra menjadi ikon yang membuat bapak dan ibu banyak sekali menyukainya. Itu kami buat untuk menginspirasi masyarakat agar mau belajar membaca dan menulis," ucap Rano.