Trump Diduga Melanggar Embargo Perdagangan AS Terhadap Kuba

Capres AS asal Partai Republik, Donald Trump disebut melakukan aktivitas bisnis di Kuba pada 1998.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 30 Sep 2016, 14:00 WIB
Capres dari Partai Republik Donald Trump menjawab pertanyaan saat debat dengan Capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton pada debat pertama pemilu Amerika Serikat di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin (26/09). (AP Photo/David Goldman)
Capres dari Partai Republik Donald Trump menjawab pertanyaan saat debat dengan Capres dari Partai Demokrat, Hillary Clinton pada debat pertama pemilu Amerika Serikat di Hofstra University, Hempstead, New York, Senin (26/09). (AP Photo/David Goldman)

Liputan6.com, Washington, DC - Calon presiden Amerika Serikat yang diusung Partai Demokrat, Hillary Clinton menuding rivalnya, Donald Trump telah melanggar embargo perdagangan yang diberlakukan AS terhadap Kuba.

Pernyataan Hillary tersebut merujuk pada laporan Newsweek yang menyebutkan perusahaan Trump secara diam-diam telah melakukan aktivitas bisnis di negara pimpinan Raul Castro itu pada 1990-an.

Mengutip dari BBC, Jumat (30/9/2016) perusahaan milik Trump diduga menghabiskan setidaknya US$ 68.000 atau setara Rp 882 juta di Kuba pada 1998.

Laporan Newsweek menjelaskan bahwa perusahaan milik taipan properti itu menyalurkan dana tersebut secara tunai melalui perusahaan konsultan AS.

"Kita memiliki hukum di negara ini dan upaya yang dilakukan Trump untuk mendapatkan pasar di Kuba menunjukkan bahwa dia menempatkan kepentingan pribadi dan bisnisnya di atas hukum, nilai, serta kebijakan AS," ujar Hillary.

Tak hanya Hilary, namun isu ini juga menjadi perhatian Marco Rubio, Senator Florida berdarah Kuba-Amerika yang dikenal sebagai pendukung Trump.

"Ini sesuatu yang harus mereka respons. Maksudku, itu adalah pelanggaran terhadap hukum Amerika. Saya harap tim kampanye Trump muncul dan menjawab sejumlah pertanyaan terkait hal ini karena jika laporan tersebut benar, benar-benar sangat memprihatinkan," ujar Rubio.

Laporan di halaman depan Newsweek tersebut mengutip profil perusahaan, wawancara dengan mantan eksekutif di perusahaan Trump, serta tuntutan pengadilan yang menuduh Trump Hotels & Casino Resort mengutus sebuah perusahaan konsultan ke Havana demi memburu peluang bisnis.

Utusan Trump disebut menyamarkan uang tunai yang dibawanya dengan membuat 'perjalanan' itu seolah-olah berkaitan dengan sebuah badan amal Katolik.

Jika perusahaan konsultan yang diutus atas nama Trump Hotels & Casino Resort tersebut menghabiskan dolar AS tanpa izin dari Negeri Paman Sam selama kunjungan maka hal tersebut dianggap telah melanggar embargo Kuba yang masih ditetapkan sampai hari ini meski proses normalisasi hubungan kedua negara sedang berlangsung.

Respons Trump

Dalam program ABC, The View, manajer kampanye Trump, Kellyanne Conway membantah bahwa Trump telah melakukan perbuatan melanggar hukum.

"Sebagaimana yang saya pahami dari cerita, mereka membayar uang pada 1998. Apakah terjadi investasi hotel pada 1998 di Kuba? Tidak," tegas Conway.

Conway lebih lanjut merujuk pada komentar masa lalu Trump yang mengkritik rezim Kuba dan mendukung kebijakan embargo AS.

Dalam sebuah kolum di The Miami Herald pada 1999 Trump menulis bahwa peluangnya untuk berbisnis di Kuba telah 'diabaikan'. 

"Itu akan menempatkan saya secara langsung bertentangan dengan kebijakan AS yang sejak lama mengisolasi Fidel Castro. Saya memiliki pilihan untuk diputuskan, keuntungan yang besar atau hak asasi manusia. Bagi saya, itu benar-benar tidak cerdas," tulis Trump kala itu.

Dan sejauh ini belum ada pernyataan lebih lanjut dari tim kampanye Trump.

Embargo perdagangan AS terhadap Kuba telah berlangsung kurang lebih selama 50 tahun dan selama masa itu warga AS dilarang mengeluarkan uangnya di negara kepulauan tersebut. Sanksi ini hanya dapat dihapuskan melalui persetujuan Kongres.

Di era pemerintahan Obama, hubungan kedua negara memasuki babak baru melalui proses normalisasi. Beberap sanksi telah dicabut sehingga memungkinkan warga AS bepergian ke negara kepulauan itu.

(Ki-ka) Presiden Kuba Raul Castro, Ibu Negara Amerika Serikat, Michelle Obama dan Presiden AS Barack Obama berfoto bersama saat tiba untuk menghadiri makan malam kenegaraan di Istana Revolusi, Havana, Senin (21/3). (REUTERS/Jonathan Ernst)

Sementara dalam sebuah kampanye di Miami awal September ini, Trump diketahui mengecam perubahan kebijakan AS atas Kuba.

"Semua konsesi yang telah Barack Obama berikan kepada rezim Castro dilakukan melalui perintah eksekutif, ini berarti presiden berikutnya dapat membalikkan kebijakan itu. Dan itulah yang akan saya lakukan jika rezim Castro tidak memenuhi tuntutan kami," kata Trump.

Capres asal Partai Republik itu mengancam ia bisa menutup kembali kedutaan besar AS di Havana jika Kuba tidak memberikan hak-hak politik dan agama yang lebih besar bagi rakyatnya.

Kementerian Luar Negeri Kuba menolak menanggapi pernyataan miliarder tersebut.

"Kuba jelas tidak akan membuat persoalan internal masuk dalam agenda negosiasi. Hal tersebut hanya akan diputuskan antara pemerintah dan rakyat Kuba," tegas Deputi Urusan AS di Kementerian Luar Negeri Kuba.

Selama beberapa dekade, komunitas Kuba-Amerika menyumbang suara signifikan dalam pemilihan calon dari Partai Republik di Florida. Namun belakangan, pengamat mengatakan terjadi pergeseran di mana jajak pendapat Florida International University yang dilakukan awal bulan ini menunjukkan mayoritas komunitas mendukung penghapusan embargo.

Dalam survei yang sama juga diketahui sebesar 35,5 persen warga Kuba-Amerika lebih memilih Hillary sebagai presiden. Sementara hanya 31,4 persen yang mendukung Trump.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya