Liputan6.com, Jakarta Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf memastikan, tujuan dari penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Luar Negeri (PPLIN) selain untuk melindungi pekerja juga untuk meningkatkan kompetensi pekerja. Pasalnya, mayoritas pekerja Indonesia masih lulusan setingkat SD dan SMP.
“Kita akan meningkatkan kompetensi pekerja, karena mayoritas angkatan kerja Indonesia itu levelnya SMP dan SD sehingga mereka tidak mungkin diterima di perkantoran atau industri besar, harus masuk ke padat karya. Sementara ini juga sudah sangat padat, akhirnya mereka mencari pekerjaan di luar negeri dan umumnya menjadi Pembantu Rumah Tangga,” jelas Dede usai memimpin rapat di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (28/9/2016).
Advertisement
Untuk itu, lanjut politisi F-Partai Demokrat itu, RUU ini akan mendorong Balai Latihan Kerja (BLK) untuk para TKI, agar negara yang bertanggungjawab bukan lagi pihak swasta.
“RUU ini mudah-mudahan komprehensif untuk memberikan skill kepada pekerja kita yang mayoritas SMP ke bawah. Agar mereka saat berangkat keluar negeri siap dengan kemampuan, seperti kemampuan bahasanya, perlindungan hukumnya dan sebagainya,” kata Dede.
Selain itu, lanjut Dede, pihaknya juga akan mendorong diberikannya anggaran untuk pelatihan ini dari Kemenristek Dikti ke Kementerian Tenaga Kerja. Menurutnya, hal ini dinilai penting untuk meningkatkan skill para pekerja agar kedepannya mereka berangkat ke luar bukan sebagai PRT tetapi sudah memiliki skill.
“Kami juga berharap kebijakan ini kedepannya tidak akan ada lagi PRT, jadi kita harus wajib memberikan skill kepada pekerja kita yang mau berangkat ke luar negeri dengan kemampuan yang bersetifikat,” harapnya.
Mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini juga menjelaskan pembahasan RUU yang sudah memasuki tiga kali masa sidang ini memang ada hambatan tetapi bukan dari DPR, hambatan ada di Pemerintah.
"Pemerintah juga sudah mengakui tidak mudah menyatukan berbagai lembaga seperti Kemenlu, Kemendagri, BNP2TKI, Kemenpan RB, hingga Kemenaker,” nilai Dede.
Menanggapi hal ini, pihaknya mengambil inisitif dengan mempersingkat dari 1000 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) menjadi 830 DIM.
“Tapi kalau pemerintah masih lama juga berarti pemerintah tidak bekerja dnegan baik dan benar, karena kami sudah kompres sedemikian rupa,” tegasnya, sembari berharap RUU ini bisa selesai pada akhir tahun ini.
(*)