Liputan6.com, Bogor: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menciptakan teknologi Beyonic yang berbasis mikroba untuk pembuatan pupuk organik. Peluncuran teknologi tersebut dilakukan Menteri Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata di Cibinong Science Center, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (30/1).
Prof Dr Endang Sukara, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, mengatakan teknologi ini merupakan salah satu solusi atas masalah menurunnya kualitas lahan akibat penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan. Pemanfaatan mikroba, yang merupakan salah satu kekayaan hayati, menjadi alternatif yang terus dikembangkan menjadi suatu produk untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi pemakaian pupuk buatan.
Endang juga menjelaskan, pemerintah pada 2010 telah menganggarkan subsidi Rp11,86 triliun untuk memproduksi 11,76 juta ton pupuk organik. Namun subsidi tersebut hanya dimanfaatkan produsen besar sehingga petani masih tetap tidak mandiri terkait penyediaan pupuk organik tersebut. LIPI mengharapkan dengan teknologi ini para petani bisa mengolah sendiri pupuk organik sehingga mereka menjadi mandiri.
Sedangkan mikroba yang digunakan adalah mikroba lokal yang dijamin keamanan serta kemurniannya dan dipelihara oleh Biotechnology Culture Collection yang telah terdaftar di World Federation for Culture Collection (WFCC ). Sekarang ini, lanjut Endang, banyak mikroba yang didatangkan dari luar negeri yang belum tentu handal.
Beberapa seri produk pupuk organik yang telah dipasarkan saat ini diantaranya adalah, Bioposka, Kompenit, Biomat, Biorhizin, Kedelai Plus, Biovam dan
Katalek. Seri lain yang akan segera menyusul adalah pupuk organik untuk tambak, kawasan tambang yang tercemar limbah logam berat, kawasan tercemar minyak, serta energi alternatif.
Menristek Suharna Surapranata mengatakan, hasil inovasi teknologi hendaknya bisa langsung dimanfaatkan oleh departemen terkait, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada industri asing. Hasil penelitian yang sangat bermanfaat kalau tidak bisa disinergikan dengan departemen terkait akan mubazir, katanya. Padahal, lanjut Suharna, pembangunan di Indonesia sangat membutuhkan produk-produk teknologi tinggi.(YUS)
Prof Dr Endang Sukara, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, mengatakan teknologi ini merupakan salah satu solusi atas masalah menurunnya kualitas lahan akibat penggunaan pupuk sintetis secara berlebihan. Pemanfaatan mikroba, yang merupakan salah satu kekayaan hayati, menjadi alternatif yang terus dikembangkan menjadi suatu produk untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan mengurangi pemakaian pupuk buatan.
Endang juga menjelaskan, pemerintah pada 2010 telah menganggarkan subsidi Rp11,86 triliun untuk memproduksi 11,76 juta ton pupuk organik. Namun subsidi tersebut hanya dimanfaatkan produsen besar sehingga petani masih tetap tidak mandiri terkait penyediaan pupuk organik tersebut. LIPI mengharapkan dengan teknologi ini para petani bisa mengolah sendiri pupuk organik sehingga mereka menjadi mandiri.
Sedangkan mikroba yang digunakan adalah mikroba lokal yang dijamin keamanan serta kemurniannya dan dipelihara oleh Biotechnology Culture Collection yang telah terdaftar di World Federation for Culture Collection (WFCC ). Sekarang ini, lanjut Endang, banyak mikroba yang didatangkan dari luar negeri yang belum tentu handal.
Beberapa seri produk pupuk organik yang telah dipasarkan saat ini diantaranya adalah, Bioposka, Kompenit, Biomat, Biorhizin, Kedelai Plus, Biovam dan
Katalek. Seri lain yang akan segera menyusul adalah pupuk organik untuk tambak, kawasan tambang yang tercemar limbah logam berat, kawasan tercemar minyak, serta energi alternatif.
Menristek Suharna Surapranata mengatakan, hasil inovasi teknologi hendaknya bisa langsung dimanfaatkan oleh departemen terkait, sehingga Indonesia tidak lagi tergantung pada industri asing. Hasil penelitian yang sangat bermanfaat kalau tidak bisa disinergikan dengan departemen terkait akan mubazir, katanya. Padahal, lanjut Suharna, pembangunan di Indonesia sangat membutuhkan produk-produk teknologi tinggi.(YUS)