Liputan6.com, Sydney - Menteri Luar Negeri Australia, Julie Bishop, mengatakan bahwa kelompok separatis pro-Rusia merupakan pihak yang bertanggungjawab atas tragedi penembakan rudal BUK kepada Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH17 pada 17 Juli 2014.
Para pelaku yang mengakibatkan 298 penumpang beserta awak kabin -- 38 di antaranya adalah warga Australia -- tewas itu akan segera menjalani persidangan, setelah mereka dikonfirmasi dan ditetapkan sebagai tersangka.
Advertisement
Seperti yang dikutip dari Theguardian, Minggu (2/10/2016), Bishop meyakini bahwa Rusia akan menempuh berbagai cara untuk menghalangi proses persidangan. Namun Menlu Australia itu tak menampik bahwa jalur hukum lainnya juga akan menjadi pertimbangan.
Menurut Bishop sejumlah nama orang yang diduga merupakan pelaku penembakan MH17 akan diumumkan pada akhir tahun 2016.
"Mungkin akhir tahun ini, mungkin awal tahun depan, daftar pelaku yang kami duga kuat bertanggungjawab atas kecelakaan nahas itu akan dikonfirmasi dan akan ada tuntutan," kata Bishop dalam wawancara bersama media lokal, ABC.
"Selama mereka memiliki kekuatan ekstradisi dan sejenisnya, penuntutan bisa dilaksanakan dengan sukses dalam yurisdiksi domestik," kata Bishop,
"Tapi," dia melanjutkan, "hal tersebut akan menghilangkan kepentingan 298 korban dalam pesawat nahas itu."
Menurut keterangan dari investigasi internasional, dikutip dari Reuters, Minggu (2/10/2016), pesawat penumpang berbasis di Malaysia itu ditembak jatuh oleh rudal yang diluncurkan dari wilayah timur Ukraina yang merupakan tempat di mana separatis pro-Rusia berada.
Penyelidikan selama dua tahun menemukan bahwa hampir 100 orang terlibat dengan pemindahan dan penembakan BHK 9M38.
Rusia membantah tudingan tersebut. Pemerintah negara itu mengatakan bahwa negaranya tidak memiliki keterkaitan apa pun dengan kasus tersebut.
Namun penemuan tersebut berlawanan dengan gagasan Moskow yang menyatakan bahwa burung besi yang terbang dari Belanda ke Kuala Lumpur itu ditembak jatuh oleh militer Ukraina, bukan kelompok separatis.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah Belanda memanggil Duta Besar Rusia di The Hague. Ini disebut sebaga 'teguran' secara diplomatik bagi negara pimpinan Vladimir Putin itu.
Rusia pun diduga juga melakukan hal yang sama. Memanggil Dubes Belanda yang ada di Rusia.