Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menyatakan, telah melakukan terobosan baru untuk mengatasi ancaman musim paceklik terhadap produksi padi. Caranya mulai dari penanaman padi pada lahan tadah hujan sampai pembangunan embung dan sumur air tanah untuk irigasi.
Amran menuturkan, produksi padi bersifat musiman setiap tahun, sehingga dikenal musim paceklik dan musim panen raya. Selama puluhan tahun terjadi paceklik pada Oktober-Januari akibat dari luas tanam padi di periode Juli-Oktober rata-rata berkisar 485 ribu-796 ribu hektare (ha).
"Bahkan pada periode November-Januari pemerintah harus impor beras akibat stok beras berkurang," kata Amran dalam keterangan resminya di Jakarta, Minggu (2/10/2016).
Amran mencermati kondisi bulan paceklik selama 20 tahun terakhir ini. Sejak Juli 2016, Kementerian Pertanian (Kementan) telah melaksanakan terobosan baru untuk menghilangkan musim paceklik.
Baca Juga
Advertisement
Hal ini dilakukan dengan cara menanam padi pada lahan tadah hujan dan lahan kering melalui pemanfaatan jaringan irigasi, menggerakkan pompa yang menganggur, membangun embung, long storage, dam-parit, dan sumur air tanah dangkal.
Hasilnya Indeks Pertanaman (IP) pada Juli-September 2016, diakuinya, meningkat dari sekali tanam per tahun menjadi dua kali tanam dan luas tanam.
"Solusi mengatasi paceklik itu tidak hanya untuk penanaman padi, tapi juga diterapkan pada jagung, cabai dan bawang merah dengan menanam pada saat off-season sehingga tidak akan terjadi shortage produksi setiap bulanannya," jelas Amran.
Terkait hal ini, Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional, Winarno Tohir menilai strategi tersebut berdampak pada peningkatan luas tanam.
Datanya menunjukkan, luas tanam kotor pada Juli 2016 seluas 917 ribu ha, kemudian meningkat di Agustus 2016 seluas 952 ribu ha, dan menjadi 1,2 juta ha pada September 2016. Ini jauh lebih tinggi dibandingkan tanam periode yang sama selama puluhan tahun terakhir.
"Dengan luas tanam Juli ini akan menghasilkan produksi Oktober 2016 sekitar 2,7 juta ton beras. Produksi ini mencukupi untuk kebutuhan konsumsi penduduk 2,6 juta ton sebulan. Produksi padi bulan berikutnya pun lebih tinggi dan tidak terjadi paceklik," ujar Winarno.
Winarno menjelaskan pada periode Juli-Oktober selama ini merupakan titik kritis paceklik. Akan tetapi, sambungnya, program dari Kementan mampu menyelesaikan masalah klasik tahunan ini dengan baik.
"Faktanya, luas tanam meningkat di musim paceklik dan tidak ada lagi defisit produksi pangan setiap bulannya," ujar Winarno.
Dengan capaian ini, kinerja produksi padi pada 2016 Winarno memprediksi jauh lebih tinggi dibandingkan 2015, mengingat terjadi surplus luas tanam pada Oktober tahun lalu hingga September 2016 sebesar 961 ribu ha dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
"Bila dengan asumsi menggunakan metode perhitungan produksi yang ada selama ini, prediksi saya produksi 2016 ini lebih tinggi 4,7 juta ton GKG dibandingkan 2015," tutur Winarno. (Fik/Ahm)