Liputan6.com, Ternate - Hutan mangrove itu telah hilang. Pemandangan mangrove merimbun pelengkap keindahan pantai di Ternate pun kini tinggal kenangan.
“Kurang lebih ribuan pohon mangrove yang tumbuh secara alami ini hilang, digantikan timbunan (tanah) dan berdirinya bangunan,” kata Rahmi Syawal, seorang warga di bekas kawasan hutan mangrove, Kelurahan Manggadua, Kecamatan Ternate Selatan, Minggu (2/10/2016).
Dia mengatakan, hilangnya mangrove itu berimplikasi pada hilangnya biota laut yang menjadi sumber penghidupan warga masyarakat sedia kala. Sekarang hutan mangrove di beberapa kawasan pantai pulau Ternate beralih fungsi.
Hutan mangrove yang tumbuh secara alamiah itu hilang digantikan jalan dan bangunan berupa hotel, kawasan ruko dan rumah kos-kosan. Rahmi mengenang, belakang rumahnya dahulu rimbun dengan hutan mangrove. “Tak satupun yang tersisa," ucapnya.
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, data hasil Pusat Penelitian Biologi dan LIPPI menunjukkan hutan mangrove di Ternate ada yang hilang ada yang masih tersisa. Hutan mangrove sepanjang pantai pulau Ternate, bergerombol dan berjejaran dengan ukuran pohon cukup besar.
Hutan mangrove kawasan pantai Ternate merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah mencari makanan (feding ground) dan daerah pemijahan (spawning ground) berbagai jenis biota perairan seperti ikan, udang dan kerang.
Baca Juga
Advertisement
Hutan mangrove di daerah Ternate tumbuh terpencar-pencar di beberapa tempat, ada yang tetap tegak berdiri di pinggir pantai dan ada pula yang bergerombol di belakang garis pantai menyerupai gundukan pasir. Pada jenis mangrove yang ditemukan di kawasan pantai Manggadua, terletak di belakang kawasan pemukiman.
Dari data LIPPI, kondisi hutan mangrove daerah ini masih cukup baik, hanya terancam sampah dan reklamasi pantai. Untuk jenis mangrove di kawasan Manggadua antara lain Sonneratia alba, Rhizophora apiculata, Ipomoea pes-caprae, dan Avicennia marina.
Secara alami hutan mangrove yang mati akibat sampah masih akan pulih kembali, tetapi reklamasi membuat banyak semai atau anakan mangrove itu mati selamanya.
LIPPI menyebutkan, kawasan mangrove pulau Ternate tidak ada yang melebihi 300 meter lebarnya karena kondisi alam pantainya langsung berbatasan dengan tebing terjal. Sehingga kawasan mangrovenya kurang dapat berkembang dengan baik.
Sementara, pada jenis mangrove yang ditemukan di kelurahan Kalumata saat ini tinggal beberapa batang saja, yang tumbuh di pinggir pantai dan pinggiran sungai.
Kawasan yang dahulu sebagai penghasil pasir hitam itu memiliki jenis mangrove yang ditemukan antara lain Sonneratia alba, Hibiscus tiliaceus, Scaevola taccada, Derris trifoliata, Dolichandrone spathacea dan Avicennia marina.
Hilangnya mangrove di tempat ini karena adanya reklamasi yang dilakukan. Kini sebagian besar lokasi reklamasi dijadikan pemukiman warga sekitar.
Mangrove Peredam Gelombang dan Angin Badai
Hutan mangrove selain daerah asuhan dan pemijahan berbagai jenis biota ikan, udang dan kerang, juga berfungsi sebagai peredam gelombang dan angin badai, pelindung pantai dari abrasi, mencegah terjadinya intrusi air laut, penahan lumpur dan perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran permukaan.
Keanekaragaman jenis tumbuhan mangrove di pulau Ternate, diakui cukup tinggi. Dari hasil inventarisasi dan eksplorasi di hutan mangrove di beberapa kelurahan, di antaranya seperti Sulamadaha, Takome, Manggadua dan Kelurahan Kalumata, ditemukan 35 jenis mangrove, yang masuk dalam 29 marga dan 23 suku.
Keanekaragaman jenis mangrove Ternate lebih tinggi dibandingkan mangrove lainnya di timur Indonesia, seperti di Muara Siganoi, Sorong Selatan hanya 12 jenis, Bacan, Malut hanya 14 jenis, Morotai, Malut hanya 19 jenis, Pesisir Kayeli, Pulau Buru, hanya 25 jenis, Pulau Nanah dan Pantai Pulau Ombre, Sorong, Iriyan Jaya hanya 25 jenis, dan daerah Samate, Pulau Salawati, Raja Ampat hanya 25 jenis.
Dari jenis-jenis mangrove yang tercatat tersebut, terdapat 16 jenis di antaranya dikategorikan sebagai jenis-jenis mangrove langka, yang ada di pulau Ternate.