KPK Periksa Irman Kasus Proyek e-KTP

Ini adalah pemeriksaan perdana Irman setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 04 Okt 2016, 12:35 WIB
Ilustrasi KPK

Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Irman terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012. Bekas Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto.

"Ya jadi saksi untuk tersangka S," ucap Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Ini merupakan pemeriksaan perdana Irman usai ditetapkan KPK sebagai tersangka pada kasus ini. Sebelumnya, Irman juga pernah diperiksa beberapa kali sebelum ditetapkan tersangka.

Pada Jumat 30 September 2016 lalu, KPK menetapkan bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012. Irman diduga korupsi bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto.

Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri itu sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto dalam sengkarut proyek senilai Rp 6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan negara sebesar Rp 2 triliun.

Adapun berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I tahun 2012 silam, ditemukan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan tender proyek e-KTP, yakni melanggar Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut telah berimbas buruk kepada penghematan keuangan negara.

Dalam auditnya, BPK juga menyimpulkan konsorsium rekanan yang ditunjuk, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak.

Hal tersebut terjadi karena PNRI tidak pernah berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP tahun 2011 sesuai kontrak yang disepakati.

Dalam audit BPK disebutkan juga terdapat 'kongkalikong' yang dilakukan antara PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. Persekongkolan itu terjadi saat proses pelelangan, yakni ketika penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya