Liputan6.com, Seoul - Sebuah penelitian baru-baru ini mengungkapkan bahwa ada kemungkinan bahwa Korut akan melakukan aksi provokasi di bulan-bulan AS menggelar pemilihan presiden mendatang.
Selama 60 tahun terakhir, menurut sejarahnya, para pemimpin Korut kerap kali mencoba meningkatkan tensi selama pemilu AS. Terutama dalam tahun-tahun terakhir. Hal itu diungkapkan oleh Center for Strategis and International Studies (CSIS).
Advertisement
Dilansir CNN, Selasa (4/10/2016), saat Barack Obama terpilih menjadi presiden AS untuk kali pertama, Korut melakukan uji coba misil dan nuklir tak lama kemudian.
"Melakukan uji coba dalam skala besar adalah salah satu cara untuk mengintimidasi presiden AS mendatang," kata Victor Cha, salah satu penulis studi itu.
"Korut memilih momen penting ketika perhatian dunia terpaku pada satu peristiwa, terutama AS," lanjutnya.
"Pada November mendatang, kala Hillary dan Trump dipilih oleh warga AS, akan ada uji nuklir ke-6, akan ada peluncuran roket ke satelit," tambahnya.
Rencananya, penelitian ini akan dipublikasikan minggu depan.
Namun, menurut beberapa peneliti, ada perubahan provokasi Korut. Dari aksi simbolis ke pamer kekuatan militer. Hal itu terjadi setelah Kim Jong-un mengendalikan kepemimpinan setelah kematian sang ayah. Kim Jong-il pada 2011.
Namun, menurut para peneliti, aksi Jong-un lebih 'halus' dibanding sang ayah. Pada tahun 2010 Kim Jong-il pernah melontarkan rudal ke pulau yang menjadi sengketa dengan Korsel. Juga pada 2010, pernah menenggelamkan kapal perang Seoul, Cheonan dengan torpedo.
"Uji coba kali ini, tak ada yang seagresif ayahnya," kata Ken Gause, analisis Korut dari CNA Corp.
"Kim Jong-un, kecuali Agustus tahun lalu saat menanam ranjau di DMZ, masih jauh lebih lunak dalam melakukan uji coba misil, nuklir dan siber," lanjutnya.
Tahun 2016, ada 15 uji coba nuklir oleh Korea Utara.
Korut juga akan menjadi salah satu negera tersulit yang bakal dihadapi oleh presiden AS mendatang, kata direktur CIA John Brennan.
Kendati dianggap nuklir tes lemah, namun kemampuannya meningkat. Satu-satunya cara untuk melemahkan Korut tak lagi cara diplomasi.
"Selama 20 tahun sudah mencoba. Tapi gagal. Satu-satunya adalah bersama AS bersama sekutu dan parner--terutama China adalah menahan laku akses Korut ke teknologi dan uang sehingga menghentikan program nuklir Korut," ujar ketua CSIS, Michael Green.