Liputan6.com, Jakarta - Sidang perdana permohonan praperadilan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam baru usai beberapa menit yang lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam agenda perdana pembacaan permohonan, tim pengacara Nur Alam membacakan sedikitnya 3 poin yang menjadi alasan kubu mereka melayangkan gugatan kepada termohon, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tim pengacara Nur Alam menggugat penetapan tersangka yang dilakukan KPK kepada kliennya pada 15 Agustus 2016 silam. Dalam pembacaan permohonan, tim kuasa hukum menyatakan bahwa KPK tidak dapat menetapkan kliennya sebagai tersangka.
Advertisement
Penetapan tersangka terkait dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Nur Alam selaku gubernur untuk mengeluarkan persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, persetujuan izin usaha pertambangan (IUP) eksplorasi, dan peningkatan izin usaha pertambangan eksplorasi menjadi izin usaha pertambangan operasi produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah.
Tim kuasa hukum menganggap, penerbitan izin di 2 wilayah yang berbeda memang bagian dari wewenang seorang gubernur, jabatan yang diemban Nur Alam. Hal tersebut pun menurut tim kuasa hukum sudah diatur dalam UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
"Adalah menjadi kewenangan Gubernur, in casu pemohon, untuk menerbitkan izinnya. Pemohon tidak dapat ditetapkan sebagai tersangka dalam dugaan tindak pidana Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sebagaimana dipersangkakan oleh termohon," ujar Maqdir Ismail di PN Jakarta Selatan, Selasa (4/10/2016).
Sebagaimana yang dimaksud tim kuasa hukum terkait pasal dugaan tindak pidana yang disangkakan KPK berbunyi "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”
Nur Alam diketahui menggunakan wewenangnya sebagai Gubernur Sulawesi Tenggara untuk menerbitkan 3 keputusan. Pertama, keputusan nomor 828 tahun 2008 tanggal 31 Desember 2008 tentang persetujuan pencadangan wilayah pertambangan PT Anugrah Harisma Barakah seluas 3024 Ha, yang terletak di Kabupaten Buton dan Bombana.
Kedua, keputusan nomor 815 tahun 2009 tanggal 17 Desember tahun 2009 tentang persetujuan izin usaha pertambangan eksplorasi kepada perusahaan yang sama dengan luas dan lokasi yang sama. Ketiga, keputusan nomor 435 tahun 2010 tanggal 25 Juli 2010 tentang persetujuan peningkatan IUP eksplorasi menjadi IUP Operasi Produk dengan perusahaan, lokasi, dan luas yang sama.
Sidang perdana praperadilan yang diajukan Nur Alam dipimpin hakim tunggal I Wayan Karya dengan agenda pembacaan permohonan. Sidang akan dilanjutkan besok pukul 09.30 WIB dengan agenda jawaban dari pihak termohon atau KPK.