Liputan6.com, Surabaya - Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat membahas Dimas Kanjeng Taat Pribadi yang melibatkan seluruh pimpinan MUI dan MUI Jawa Timur di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat.
"Sejak jam 2 siang sampai jam 5 sore tadi, saya rapat bersama dengan MUI pusat. Ada dua hasil yang kami dapatkan, intinya pertama terkait soal fatwa, kedua kami usulkan MUI pusat melaporkan kepada kepolisian menutup segera padepokan Dimas Kanjeng," ucap Ketua MUI Jawa Timur KH Abdus Shomad Buchori saat dikonfirmasi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa (4/10/2016) malam.
Dia mengatakan, hasil investigasi MUI Jatim, Padepokan Dimas Kanjeng itu bukanlah pondok pesantren. Tapi, media terlanjur menyebut pengikutnya santri. Padahal, mereka bukan santri. Kalau disebut santri menjatuhkan nama pesantren.
Baca Juga
Advertisement
"Jadi saya sudah berkali-kali menyampaikan tolong jangan sebut santri, cukup pengikut," kata Shomad.
Selain itu, imbuh dia, MUI Jatim akan meminta MUI pusat segera memberikan keputusan hukum dan ada fatwa. Apakah fatwa itu cukup Jawa Timur atau untuk secara nasional, atau kedua-duanya. Sebab, MUI Jatim belum mengeluarkan fatwa sebelum ada fatwa dari MUI pusat.
"Secara tertulis MUI Jatim belum keluarkan fatwa, Karena kita masih ingin rujukan dari MUI pusat. Karena fatwa itu kan dikaji dahulu, lalu baru dirapatkan dan ada keputusan. Nah rapat MUI Jatim dengan MUI pusat ini dalam rangka itu," ujar Shomad.
"Kami akan membuat surat kepada Kapolda Jatim karena sudah jelas ada unsur penodaan agama. Dan kami meminta padepokan dan barak-barak pengikutnya ini, harus segera ditutup," ia menambahkan.
Dana Revolusi Bung Karno
Saat ditanya mengenai keterlibatan Dimas Kanjeng dalam kasus Yayasan Amalilah atau Dana Revolusi Bung Karno pada tahun 2002, Kiai Shomad mengiyakan. Namun dia tidak mau berkomentar panjang lebar mengenai hal tersebut.
"Iya, itu kasus 2012, sudah lama. Tapi saya tidak mau bahas itu, saya bahas rapat MUI ini saja," ujar dia.
Dikonfirmasi secara terpisah, anggota Dewan Pakar MUI Jatim Chriswanto Santoso membenarkan Dimas Kanjeng pernah terlibat kasus Yayasan Amalilah atau Dana Revolusi Bung Karno pada tahun 2002.
"Kasusnya itu terjadi sekitar tahun 2002 dan Dimas Kanjeng merupakan salah satu orang di dalamnya. Saat itu banyak orang yang mengumpulkan dana dan merasa tertipu juga," kata Chriswanto.
Chriswanto juga mengaku tidak kaget jika banyak tokoh nasional dan pejabat yang pernah berinteraksi dengan Dimas Kanjeng. Salah satunya adalah Marwah Daud Ibrahim.
Ia menduga motif terkuat mereka untuk menjadi pengikut Dimas Kanjeng adalah masalah ekonomi. Apalagi, kondisi perekonomian Indonesia juga sedang lesu. "Karena masyarakat ini merasa lapar, akhirnya apa pun dilakukannya asalkan bisa bertahan hidup, termasuk menjadi pengikut Dimas Kanjeng."
Advertisement