Paripurna DPR Tak Bacakan Surat MKD soal Setnov

Agus mengungkapkan bahwa surat yang diterima pimpinan DPR dari MKD ada tiga putusan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 04 Okt 2016, 23:47 WIB
Wakil Ketua DPR Agus Hermanto. (dpr.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - Sidang paripurna DPR tidak membacakan surat putusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang mengabulkan permintaan pemulihan nama baik Ketua Umum DPP Partai Golkar Setya Novanto.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto beralasan tidak lengkapnya pimpinan DPR di rapat paripurna jadi alasan tidak dibacakannya surat putusan MKD soal politikus yang akrab disapa Setnov itu.

"Pimpinan sekarang kan tidak lengkap, yang suratnya saya terima itu kita belum rapat pimpinan lagi. Tapi yang jelas dengan surat dari pimpinan MKD tidak ada kata-kata bahwa MKD merehabilitasi nama Setya Novanto, itu yang paling penting," kata Agus di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10/2016).

Politikus Partai Demokrat ini mengungkapkan bahwa surat yang diterima pimpinan DPR dari MKD ada tiga putusan. Poin satu menerima surat dari pengusung yang ingin tentunya mengembalikan nama baik Novanto.

"Yang poin kedua di persidangan MKD, MKD tidak dapat memutuskan pelanggaran kode etik Pak Setya Novanto karena memang persyaratan hukumnya tidak terpenuhi yaitu rekaman elektroniknya tersebut tidak sah," ungkap Agus.

Poin ketiga, kata Agus, MKD tentunya tetap tidak mengambil keputusan, sehingga nama baik Setya Novanto tetap terjaga. "Jadi di situ intinya tidak ada yang disebut rehabilitasi dan sebagainya," ucap dia.

Sehingga kata Agus tidak ada kata putusan merehabilitasi nama baik Setnov di surat yang diterima Pimpinan DPR dari MKD.

Menurut Agus, saat itu MKD tidak mengambil keputusan apa-apa, sehingga Setnov kemudian tidak menjadi ketua DPR karena mengundurkan diri.

"Sehingga memang MKD tidak harus merehabilitasi nama Pak Setya Novanto karena memang MKD belum mengambil keputusan apa-apa. Dan tentunya untuk pengembalian nama baik yang wajib merehabililitasi adalah saudara Sudirman Said dan mantan Dirut PT Freeport Indonesia karena dia yang memberikan rekaman elektronik di mana terakhir putusan sama MK di mana rekaman tersebut tidak sah," pungkas Agus.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya