Liputan6.com, Yogyakarta - Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-260 Kota Yogyakarta yang jatuh pada Jumat, 7 Oktober mendatang berbeda dari tahun sebelumnya. Sebab, baru kali ini pawai budaya yang sudah digelar sejak empat tahun lalu memiliki konsep.
Sebelumnya, pawai budaya hanya sebatas karnaval yang mempertontonkan potensi kecamatan dan kelurahan di Jogja. Apa tema kali ini?
"Temanya kali ini wayang dan itu merupakan hasil diskusi dengan perwakilan dari 14 kecamatan di Jogja sejak Maret lalu," ujar Kepala Bidang Promosi Wisata Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, dalam jumpa pers Wayang Jogja Night Carnival di Kantor Humas Pemkot Yogyakarta, Rabu (5/10/2016).
Tema wayang sengaja dipilih karena cerita dan filosofinya dekat dengan kehidupan sehari-hari lewat narasinya yang mengisi semesta. Secara teknis, ia menuturkan, tidak hanya pawai dengan kostum wayang, melainkan cenderung ke konsep street art.
Artinya, tidak ada pakem kostum sesuai dengan sosok wayang karena dapat dimodifikasi sesuai kepentingan dan nilai yang diusung oleh peserta karnaval.
Baca Juga
Advertisement
"Sebenarnya, bentuk street art seperti apa itu surprise saat acara, tetapi bisa dicontohkan ada yang menampilkan Anoman dengan sepatu roda, atau sosok wayang lain dengan kostum besar," ucap dia.
Yetti menjelaskan karnaval kali ini juga hanya melibatkan 14 kecamatan yang akan membawakan 11 tokoh wayang, yakni, Anoman, Kresna, Gatotkaca, Niwotokawoco, Semar, Srikandi, Bambang Cakilan, Antaboga, Arjuna, Rahwana, dan Bima. Setiap kecamatan berisi 50-100 orang. Berbeda dengan tahun lalu, kata dia, 45 kelurahan di Jogja terlibat.
Pertimbangannya, perayaan lewat karnaval lebih fokus kepada kualitas dan kesesuaian dengan tema yang diangkat. Menurutnya, pawai budaya bertema ini diproyeksikan menjadi agenda nasional Kementerian Pariwisata. "Saat ini sedang berkomunikasi dengan kementerian," tutur dia.
Yetti menambahkan pada karnaval kali ini pihaknya juga mengundang media massa dari dalam dan luar negeri serta para agen travel. Tujuannya, supaya agenda ulang tahun Jogja dikenal oleh masyarakat luas da dapat menjadi destinasi utama wisata.
"Selama ini belum ada wisatawan yang khusus datang untuk menonton pawai budaya karnaval HUT Jogja," kata Yetti.
Kepala Unit Pengaturan Penjagaan Pengawalan dan Patroli Satlantas Polresta Yogyakarta AKP Tugiman mengatakan akan melakukan rekayasa lalu lintas berupa pengalihan jalur selama Wayang Jogja Night Carnival berlangsung mulai dari pukul 18.30-22.00 WIB.
Ia menuturkan titik kumpul peserta dimulai dari Jalan Jenderal Sudirman (Timur Jembatan Gondolayu) dan rute peserta dimulai dari titik kumpul melewati Tugu Jogja, belok ke selatan atau Jalan Margoutomo dan berakhir di Kantor PLN.
Di sekitar rute tersebut, kata Tugiman, terdapat jalan utama yang akan mengalami kemacetan apabila tidak dialihkan. "Sisi utara jalan Sudirman tetap bisa digunakan dan Pingit hanya dibuka tutup sesuai dengan tamu VIP yang datang," ujarnya.
Beberapa pengalihan jalur yang dimaksud, antara lain, Jalan Suroto lurus ke utara dan tidak bisa ke barat, Cik Ditiro juga ke selatan tidak bisa ke barat, Bumijo dari Gowongan Lor ditutup, Sitisewu dialihkan ke Jlagran, Ahmad Jazuli dialihka ke timur, Nyoman Oka lurus ke utara, dan AM Sangaji serta Diponegoro tentatif.
Lampion-Lampion Cantik
Kemeriahan suasana peringatan hari ulang tahun ke-260 Kota Yogyakarta semakin semarak dengan pemasangan 25 lampion berbagai bentuk berukuran besar di kawasan Jembatan Kleringan hingga akhir Oktober.
"Selain menambah kemeriahan dan daya tarik di kawasan Jembatan Kleringan dan Kota Yogyakarta, berbagai bentuk lampion yang dipasang juga memiliki filosofi masing-masing," kata Kepala Bagian Humas dan Informasi Pemerintah Kota Yogyakarta Tri Hastono di Yogyakarta, dikutip Antara, Rabu (5/10/2016).
Lampion yang dipasang di antaranya berbentuk burung, kurungan, pensil, buku, jerapah, lambang "Segoro Amarto", kapal, dan canting. Lampion berbentuk permainan anak seperti kapal, pesawat terbang dan burung serta jerapah memiliki makna sebagai bentuk edukasi dasar kepada anak-anak untuk menumbuhkan imajinasi tentang antariksa, kelautan dan mencapai cita-cita setinggi-tingginya.
Sedangkan bentuk pensil memiliki makna untuk bisa berbicara dan menulis, kurungan memiliki makna sebagai wadah sebuah masyarakat. Adapun bentuk canting merupakan lambang dari batik yang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dari budaya masyarakat Yogyakarta, serta buku melambangkan Yogyakarta sebagai kota pelajar dan budaya.
Pekerjaan pemasangan lampion dilakukan Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kota Yogyakarta termasuk pemasangan lampu yang ada di dalam lampion berdasarkan ide dan masukan dari sejumlah komunitas.
"Masyarakat pun dipersilahkan mendekati lampion untuk berfoto atau sekadar melihat-lihat lampion yang dibuat dengan ukuran dua hingga tiga meter tersebut," ujar dia.
Meskipun hanya direncanakan dipasang hingga akhir Oktober, namun jika tanggapan masyarakat masih cukup tinggi maka pemasangan bisa diperpanjang hingga waktu tertentu.
"Pemasangan lampion berukuran besar berbagai bentuk untuk peringatan HUT Kota Yogyakarta baru dilakukan untuk pertama kali," kata dia.
Selain pemasangan lampion berukuran besar, kemeriahan suasana menyambut hari ulang tahun Kota Yogyakarta juga dilakukan dengan pemasangan penjor janur dari Jalan Margo Utomo hingga Jalan Malioboro dan Jalan Sudirman.
Tradisi pemasangan penjor janur sudah dilakukan sejak beberapa tahun terakhir dan pada tahun ini jumlah penjor janur yang terpasang disesuaikan dengan ulang tahun Kota Yogyakarta, yaitu 260 buah.
Advertisement