Liputan6.com, Virginia - Sebuah laporan mengungkapkan bahwa Yahoo pada tahun lalu secara diam-diam memasang sebuah program software untuk mencari email dengan informasi spesifik atas permintaan resmi intelijen AS.
Perusahaan itu pun diduga segera merespons perintah pemerintah AS. Alat itu lantas memindai jutaan akun Yahoo Mail atas suruhan National Security Agency (NSA) atau FBI.
Advertisement
Menurut Reuters, dua mantan pegawai Yahoo dan orang ketiga mengetahui program itu. Demikian dikutip Liputan6.com dari The Guardian pada Rabu (5/10/2016).
Menurut para ahli intelijen, ini adalah kasus pertama bahwa perusahaan internet setuju dengan permintaan agen mata-mata AS dengan mencari pesan yang masuk dengan kata kunci tertentu, memeriksa pesan yang disimpan atau memindai sejumlah kecil akun secara real time.
Tidak diketahui informasi apa yang dicari oleh para pejabat intelijen. Apakah sebuah kalimat dalam email atau dalam lampiran.
Reuters juga tidak dapat menentukan data Yahoo yang seperti apa yang mungkin telah diserahkan, jika ada, dan apakah para pejabat intelijen telah mendekati penyedia email lain selain Yahoo dengan jenis permintaan yang sama.
Menurut dua mantan pekerja di Yahoo, keputusan Marissa Mayer untuk tunduk dengan perintah itu membuat sebagian eksekutif senior kesulitan. Hal itu yang membuat hengkangnya kepala keamanan informasi, Alex Stamos pada Juni 2015. Stamos kini bekerja untuk Facebook.
Terkait dengan pemberitaan ini, Yahoo mengeluarkan pernyataan, "Yahoo adalah perusahaan taat hukum sesuai dengan undang-undang AS," namun enggan memberikan memberikan detil lebih lanjut.
Sumber di Yahoo mengatakan bahwa program itu detemukan oleh tim keamanan Yahoo sendiri pada tahun 2015 --beberapa minggu setelah pemasangan. Para staf mengira bahwa ada peretas memasuki sistem mereka.
Saat Stamos menemukan bahwa Mayer adalah orang yang menyetujui program itu, ia segera mundur diri. Stamos juga mengatakan kepada para bawahannya bahwa ia program itu menyakiti pengguna Yahoo. Ia juga menjelaskan program itu memudahkan peretas memasuki email yang disimpan.
Baik NSA maupun Office of the Director of National Intelligence menolak untuk berkomentar.
Namun, para ahli IT memperkirakan NSA atau FBI melakukan pendekatan yang sama terhadap perusahaan sejenis.
Namun, Google yang memiliki Gmail mengatakan mereka tak menerima permintaan seperti itu.
"Jika ada, kami jelas menolak mentah-mentah," kata Google.
Demikian dengan Microsoft yang memiliki layanan surel lebih banyak dari Yahoomail, mengatakan "tak pernah melakukan pemindaian secara rahasia."
Juga Twitter, meski tak punya email, namun memiliki Direct Messege yang memungkinkan kontak saling berkirim pesan, mengatakan tak pernah menerima permintaan seperti Yahoo.
Hal yang sama dengan Facebook.
"Facebook tak pernah menerima permintaan seperti itu dari pemerintah AS. Jika ada, kami akan melawan."
Apple sempat melakukan perlawanan legal dengan pemerintah AS pada Februari lalu setelah menolak memberikan akses iPhone oleh salah satu penyerang San Bernardino.
Ini adalah kasus kedua yang terkuak yang dialami Yahoo. Beberapa hari lalu, perusahaan itu mengaku 500 juta akun telah diretas oleh 'aktor yang disponsori pemerintah'. Insiden itu menjadikan salah satu kejahatan siber terbesar yang pernah ada.