Berbagi Backbone Berdampak Positif Terhadap Operator

Berbagi backbone tepat diterapkan dalam rangka mengisi kekosongan kapasitas yang tengah dibangun oleh operator.

oleh M Hidayat diperbarui 05 Okt 2016, 19:55 WIB
Danny Buldansyah Vice President Tri Indonesia. Liputan6.com/Liputan6.com

Liputan6.com, Jakarta - Ditemui usai menjadi pembicara di diskusi mengenai network sharing di kawasan Kebon Sirih, Jakarta, hari ini (5/10/2016), Vice President Hutchison 3 Indonesia (Tri), Muhammad Danny Buldansyah memaparkan bahwa draf soal berbagi backbone yang bersifat wajib akan berdampak positif terhadap operator, terlebih demi menghilangkan kompetisi yang mencari keuntungan semata.

Seperti diketahui, aturan yang termuat di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, tengah direvisi pemerintah.

"Ada operator mau masuk ke tempat terpencil, tapi gak punya backbone. (Misalnya) saya sebagai (operator) punya backbone, ingin eksklusif. Ini rasanya yang ingin dicegah oleh pemerintah. Jangan dijadikan competitive advantage," ujar Danny.

Danny menilai, berbagi backbone tepat diterapkan dalam rangka mengisi kekosongan kapasitas yang tengah dibangun oleh operator. Dengan demikian, sisa kapasitas itu dapat dimanfaatkan dengan berbagi bersama operator lainnya.

"Menurut saya sih (berbagi backbone) bagus. Biar bagaimanapun, kapasitas backbone biasanya berlebih. Barangkali sekarang berlebih, tapi dua tahun lagi malah kurang. Nah, mandatory ini (berlaku) selama kapasitas masih ada, tapi begitu diperlukan, saya berhentikan (berbagi). Jadi, gak ada masalah, kecuali berbagi backbone ini dijadikan keuntungan saja," kata Danny.

Suatu daerah, dalam pandangan Danny, seharusnya dapat dihuni oleh minimal dua operator, namun tidak untuk lima operator. Alasannya, kehadiran lebih dari satu operator akan memunculkan persaingan, yang kemudian pada akhirnya menghadirkan layanan berkualitas dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Selain itu, berbagi backbone sejatinya didasarkan pada kesepakatan Business-to-Business (B2B) di antara operator, serta akan dikaji dan ditentukan oleh pemerintah untuk tarif sewa ketika backbone tersebut dibagi.

"Pemerintah pasti melihat berdasarkan cost waktu pertama bangun (backbone) berapa. Harga sewa pasti gak akan sama dengan yang dibangun, pasti lebih tinggi dari itu," tutur Danny.

Ketika dimintai tanggapannya dengan kapasitas sebagai sekretaris jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Danny mengungkapkan bahwa anggota ATSI tidak satu suara mengenai masalah ini. "Ada anggota yang setuju, ada yang tidak. Menurut saya sebagai pemain industri ini, saya sih setuju karena ini bagus untuk pasar," kata Danny.

(Why/Ysl)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya