KPI Nilai Tayangan Anak di Televisi Belum Berkualitas

Penggunaan bahasa dalam program anak-anak juga perlu mendapat perhatian, karena dinilai kurang mendukung unsur edukasi.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 06 Okt 2016, 06:27 WIB
Ketua KPI, Yuliandre Darwis (kedua kiri) mendampingi tim ISKI melakukan rilis indeks kualitas program siaran televisi periode II 2016 di Jakarta, Rabu (5/10). Survei dilaksanakan tim dari 12 perguruan tinggi di Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) merilis hasil survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode II 2016, yang dilakukan pada Mei hingga Juni. 

Ketua Tim Penyelenggara Survei ISKI Endah Mawarni mengatakan, hasil indeks kualitas program anak-anak belum sesuai dengan apa yang ditetapkan KPI. KPI sendiri menetapkan standar kualitas 4,00 dari angka 1 hingga 5.

"Hasil survei Mei sampai Juni 2016 memperlihatkan indeks kualitas untuk program anak-anak adalah 3,79. Ini menunjukkan bahwa panel ahli menilai kualitas program anak-anak belum mencapai angka 4 (berkulitas) yang ditetapkan KPI," ujar Endah di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2016.

Endah pun memberikan catatan kepada lembaga penyiaran terkait tayangan anak-anak. Program anak-anak yang sesuai masih sangat sedikit, sehingga masih mengimpor program anak-anak seperti Upin Ipin dan Doraemon.

"Lalu, sedikitnya program anak-anak yang sesuai dengan Indonesia sehingga minim pembelajaran tentang rasa bangsa menjadi anak Indonesia. Program anak-anak seperti Doraemon perlu mendapat perhatian, karena anak-anak diajak berhayal tanpa melihat realitas yang ada," kata dia.

Terakhir, lanjut Endah, penggunaan bahasa dalam program anak-anak juga perlu mendapat perhatian, karena dinilai kurang mendukung unsur edukasi.

Imbauan untuk Tayangan Anak

Sementara, Komisioner KPI Bidang Pengawasan Isi Siaran Nuning Rodiyah merekomendasikan kepada lembaga penyiaran, agar tidak menyiarkan tayangan yang eksploitatif.

"Belum lama ini masih ada catatan terkait tayangan anak yang eksploitatif. Artinya, ada beberapa kemudian kartun yang berorientasi pada transgender dan sebagainya, kemudian harus sama-sama ditertibkan," ujar Nuning.

"Harapannya, tayangan dari tayangan anak itu harus lebih edukatif, lebih memotivasi, dan tidak cenderung hyperialitas. Artinya, harus kemudian didudukkan pada tayangan-tayangan yang sesuai dengan kondisi riil yang dihadapi anak-anak hari ini. Dan juga yang jelas, harus juga dihindari potensi seksual terhadap anak," tutup Nuning.


Belum Perbaiki Kualitas

 

Berdasarkan hasil survei, KPI juga menilai lembaga-lembaga penyiaran belum optimal melakukan perbaikan kualitas siaran, khususnya program infotainment dan sinetron.

"Hal tersebut ditunjukkan dengan masih rendahnya nilai indeks yang didapat dua program tersebut, yaitu infotainment dan sinetron dalam Survei Indeks Kualitas Program Siaran Televisi periode kedua 2016," ungkap Ketua KPI Pusat Yuliandre Darwis pada kesempatan yang sama.

Yuliandre menjelaskan KPI memberikan catatan pada program sinetron, yang nilai indeksnya lebih rendah dari periode sebelumnya.

Menurut Yuliandre, pada survei periode pertama, program sinetron mendapat nilai indeks 2,94 dari standar kualitas program televisi adalah 4,0 dengan skala 1 hingga 5.

"Sedangkan pada periode kedua ini, nilai indeks yang diperoleh program sinetron menurun jadi 2,7. Catatan dari panel ahli tentang program sinetron ini menunjukkan nilai yang rendah pada aspek membentuk watak dan jati diri bangsa, relevansi cerita, serya muatan tidak edukatif yang mendominasi wajah program sinetron televisi," papar dia.

Sedangkan dari program infotainment, lanjut Yuliandre, meskipun terdapat peningkatan nilai indeks dari periode lalu, nilainya tetap saja rendah yakni sebesar 2,64. Catatan terbesar dari program infotainment adalah hormat terhadap kehidupan pribadi seseorang.

"Bahkan cenderung membesar-besarkan ranah kehidupan pribadi. Ada aspek informatif dalam infotainment, namun berita cenderung sensasional dan mendominisasi," ucap dia.

Yuliandre menilai, lembaga penyiaran harus melakukan perbaikan secara total pada konsep sinetron dan infotainment yang hadir di televisi.

"KPI sendiri akan mengambil langkah agar hasil survei ini menjadi catatan penting dalam evaluasi tahunan yang akan dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama KPI terhadap Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) stasiun televisi," kata dia.

"Jika memang hasil survei ini senada dengan pengaduan masyarakat dan akumulasi sanksi yang didapat, kami akan merekomendasikan sinetron dan infotainment mana saja yang sebaiknya dihentikan secara permanen," sambung Yuliandre.

Dari hasil survei ini, lanjut Yuliandre, KPI memberikan apresiasi kepada program wisata budaya yang hadir di televisi. Nilai indeks yang diperoleh mencapai 4,09.

"KPI berharap kepada lembaga penyiaran agar memberikan porsi yang signifikan pada program-program budaya di televisi.  Keanekaragaman yang dimiliki Indonesia tentunya sangat memungkinkan untuk dieksplorasi menjadi program siaran di televisi. Hal ini juga menjadi wujud dari peneguhan bhineka tunggal ika yang menjadi semboyan bangsa ini," jelas Yuliandre.

Survei itu sendiri dilakukan kepada panel ahli dengan persyaratan, dia merupakan pemirsa televisi yang dipandang mengetahui mengenai program siaran televisi dan bisa menilainya. Lalu ada 120 pemirsa di 12 kota selama periode survei Mei-Juni 2016.

Karakteristik atau persyaratan panel ahli yaitu pendidikan minimal S1, aktif menonton TV sekurang-kurang 20 jam per minggu, bekerja dalam profesi tertentu seperti pengajar, peneliti, dan psikolog. Serta berusia antara 21 sampai 60 tahun dan rasionya laki-laki dan perempuan 50 persen.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya