Liputan6.com, Washington, DC - Amerika Serikat (AS) mengutuk keras (strongly condemned) rencana Israel untuk membangun permukiman baru Yahudi di Tepi Barat. Hal tersebut dianggap dapat merusak upaya perdamaian dua negara dan bertentangan dengan jaminan yang disampaikan Perdana Menteri, Benjamin Netanyahu.
"Kami menerima jaminan publik dari pemerintah Israel yang bertentangan dengan rencana tersebut," ujar Juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest seperti dilansir Reuters, Kamis (6/10/2016).
Advertisement
Keberatan AS atas rencana Israel itu jelas tergambar dalam pernyataan Earnest yang sempat menyinggung hubungan persahabatan kedua negara.
"Saya rasa jika kita bicara tentang bagaimana memperlakukan teman dengan baik, persoalan itu adalah keprihatinan serius," kata dia.
Pada September lalu, Presiden Barack Obama telah menyuarakan sikap AS terkait rencana pembangunan permukiman Yahudi itu kepada PM Netanyahu. Kala itu Netanyahu tengah melawat ke AS untuk menghadiri sidang umum PBB.
Seorang pejabat senior AS mengatakan bahwa Washington prihatin dengan 'efek korosif' permukiman yang dapat menggagalkan kesepakatan damai dengan Palestina berdasarkan solusi dua negara (two-state solution).
Lontaran 'kutukan' AS ini disebut sebagai pernyataan kasar yang 'tak biasa' mengingat Israel adalah sekutu utama Washington di Timur Tengah.
Tak hanya kecaman, kali ini AS tak segan menuding Israel telah menjilat ludah sendiri.
Sementara itu, Israel membela diri bahwa sejumlah unit rumah yang akan dibangun tidak bisa disebut sebagai pembangunan permukiman baru. Melainkan, menyelesaikan proyek pembangunan di kawasan Shilo.
"Perumahan ini akan dibangun di atas tanah milik negara di permukiman yang telah berdiri di Shilo. Itu tidak akan mengubah batas kota atau jejak geografis," ujar pernyataan Kementerian Luar Negeri Israel.
Otoritas Israel menekankan pihaknya tetap berkomitmen pada solusi dua-negara (two states solution) dalam upaya damai dengan Palestina.
Permukiman baru nantinya akan lebih dekat ke perbatasan Yordania dibanding Israel. Dan akan menghubungkan rangkaian pos-pos Yahudi yang membagi wilayah Palestina.
Rencana Israel itu disebut sangat 'mengganggu' AS. Pasalnya, keputusan tersebut dibuat tak lama setelah Washington setuju untuk memberikan bantuan militer kepada Tel Aviv demi meningkatkan keamanan negara itu. Demikian disampaikan Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Mark Toner.
Dalam perjanjian pada 15 September lalu, AS dilaporkan akan memberikan dana sebesar US$ 38 miliar kepada Israel. Ini disebut paket bantuan terbesar sepanjang sejarah kedua negara.
AS seolah tak dapat menutupi kekecewaannya atas keputusan sekutunya itu di tengah 'dunia' yang sedang berkabung menyusul wafatnya Shimon Peres, mantan presiden Israel. Peres dikenal sangat mendukung negaranya untuk hidup berdampingan dengan Palestina.
"Semua kombinasi ini menjelaskan mengapa AS sangat kecewa dan mengkritik keputusan yang diumumkan oleh pemerintah Israel," jelas Jubir Gedung Putih, Earnest.
Sementara itu, Toner menegaskan bahwa Israel harus memilih. Memperluas permukiman atau berdamai dengan solusi dua-negara.
"Melanjutkan pembangunan permukiman adalah langkah tegas menuju pendudukan abadi oleh satu negara yang secara fundamental tidak konsisten dengan masa depan Israel sebagai negara Yahudi yang demokratis," tegas Toner.