Pimpinan DPD Kunjungi Irman Gusman, Pemberitahuan Pencopotan?

Beberapa waktu lalu, DPD menggelar rapat paripurna untuk mencopot Irman sebagai ketua.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Okt 2016, 13:18 WIB
Awalnya Ketua DPD RI, Irman Gusman, tidak begitu saja mengakui menerima uang Rp100 juta diduga suap dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya saat tim KPK melakukan OTT di rumah dinasnya, Jakarta, Sabtu (17/9). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan DPD mendatangi Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur. Kedatangan itu untuk menjenguk eks Ketua DPD, Irman Gusman yang ditahan karena berstatus tersangka dalam kasus dugaan suap rekomendasi penambahan distribusi kuota gula impor.

"Ini saya sebagai Ketua BK (Badan Kehormatan). Saya sudah dapat izin," ujar Ketua BK DPD AM Fatwa di Gedung KPK‎, Jakarta, Kamis (6/10/2016).

Fatwa mengatakan, tak ada hal lain yang dilakukan atau dibahas dalam kunjungannya. Apalagi soal pencopotan Irman dari Ketua DPD. Menurut dia, pemberitahuan akan disampaikan langsung oleh pimpinan DPD.

"Mau berkunjung sebagai simpati persahabatan saja kepada Pak Irman‎," ujar Fatwa.

Selain Fatwa, ada juga Wakil Ketua DPD Ratu Hemas  dan Farouk Muhammad. Namun Hemas membantah‎ kedatangannya juga untuk memberitahu Irman perihal pencopotannya sebagai Ketua DPD.

"Kami hanya menjenguk," ujar Hemas.

Beberapa waktu lalu, DPD menggelar rapat paripurna untuk mencopot Irman sebagai ketua. Namun, Irman Gusman tidak terima pencopotan dirinya. Menurut dia, DPD harus menghormati proses hukum yang tengah ditempuhnya, yakni praperadilan. Langkah praperadilan ditempuh Irman berkaitan dengan status tersangkanya itu.

"Ya ini kan masih ada praperdilan, baru asas praduga tak bersalah. Kita hormati dong proses hukum," kata Irman usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 5 Oktober 2016.

Permohonan praperadilan Irman Gusman sendiri akan mulai disidangkan PN Jaksel pada Selasa 18 Oktober 2016 mendatang‎. Sidang itu akan dipimpin oleh Hakim tunggal, I Wayan Karya.

Untuk informasi, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya. Ketiganya, yakni bekas Ketua DPD RI, Irman Gusman serta Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi‎. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.

Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Xaveriandy dan Memi sebagai pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penetapan tersangka ketiga orang ini merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Tim Satgas KPK di rumah dinas Ketua DPD RI di kawasan Widya Candra, Jakarta. Sejumlah orang, termasuk Irman, Xaveriandy, dan Memi diamankan oleh tim satgas bersama dengan barang bukti uang Rp 100 juta.

OTT itu merupakan hasil pengembangan penyelidikan KPK terkait kasus dugaan suap terhadap jaksa Kejaksaan Negeri Padang, Farizal yang dilakukan oleh Xaveriandy dalam perkaradistribusi gula impor tanpa sertifikat SNI di Pengadilan Negeri Padang, Sumatera Barat. Dari pengembangan penyelidikan kasus itu, tim penyelidik KPK mendapat informasi yang berhubungan dengan Irman Gusman.

Adapun, dalam perkara distribusi impor gula tanpa SNI itu, Xaveriandy sebagai terdakwa memberi suap Rp 365 juta kepada Farizal. Farizal merupakan Jaksa yang mendakwa Xaveriandy dalam perkara tersebut. Namun dalam praktiknya, Farizal bertindak seolah-olah sebagai penasihat hukum Xaveriandy dengan cara membuatkan eksepsi dan mengatur saksi-saksi yang menguntungkan Xaveriandy.

KPK kemudian menjerat Xaveriandy selaku pemberi suap dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Farizal sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya