Liputan6.com, Jakarta Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) bersedia iurannya yang dipungut dari proses jual beli gas dipangkas. Hal itu untuk menekan harga gas.
Anggota Komite BPH Migas Qoyum Tjandranegara mengatakan, BPH Migas akan menerima jika pemerintah memutuskan pemangkasan iuran, yang bertujuan untuk menekan harga gas, seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Advertisement
"Boleh saja nggak ada masalah," kata Qoyum, di dalam diskusi penurunan harga gas industri untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Menurut Qoyum, dari 3 persen pungutan atas praktik jual beli gas, BPH Migas bersedia iurannya dipangkas menjadi 1 persen. "Mau 1 persen juga boleh," tegas Qoyum.
Namun Qoyum tidak setuju jika iuran untuk BPH Migas dipangkas semua, karena iuran tersebut untuk menjalankan kegiatan operasional BPH Migas. Jika dipangkas semua justru akan memberatkan negara, karena pembiayaan kegiatan BPH Migas akan masuk ke dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
"Nggak enak nanti APBN lagi, dari APBN lagi dapetnya. APBN untuk biaya kita (operasional BPH Migas)," terang Qoyum.
Sebelumnya, Chairman Asosiasi pipa minyak dan gas bumi (Indonesian Oil and Gas Pipeliner Association/ IAPMIGAS) Hendra Jaya, menyebutkan salah satu faktor yang membuat harga gas Indonesia mahal adalah pengenaan pajak dan iuran ke BPH Migas sebesar 3 persen dari praktik jual beli gas bumi.
"Iuran BPH Migas sebetulnya kecil. Cuma 3 persen," ucap Hendra.
Hendra mengungkapkan, untuk menekan harga gas sesuai yang diinginkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu dilakukan pembenahan, seperti pemberian insentif pemangkasan pajak dan iuran untuk BPH Migas.
"Iuran BPH Migas dikurangi, walau tidak banyak hanya 3 persen sebetulnya, " tutup Hendra.