Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perindustrian mendorong harga gas bumi turun. Penurunan harga gas ini akan menciptakan banyak manfaat dan mendorong pengembangan sektor industri. Hal tersebut, sesuai dengan keinginan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Staf Ahli Bidang Sumber Daya Industri Kementerian Perindustrian Dyah Winarni Pedjiwati mengatakan, gas bumi merupakan komponen terbesar dalam pembentukan Biaya Pokok Produksi (BPP) dalam kegiatan industri.
"Gas di sektor industri berkontribusi sangat signifikan dalam struktur biaya industri, khususnya untuk industri petrokimia, pupuk, dan listrik dimana kontribusi gas terhadap struktur biaya produksi mencapai 70 persen," kata Dyah, dalam diskusi penurunan harga gas industri untuk memacu pertumbuhan ekonomi nasional, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Baca Juga
Advertisement
Dyah mengungkapkan, penurunan harga gas bumi akan memberikan efek terhadap peningkatan kinerja sektor industri, dengan pengurangan biaya produksi secara signifikan dapat meningkatkan nilai produksi dan menaikkan nilai tambah.
Jika harga gas bumi turun sebesar 47 persen akan memberikan penambahan penerimaan negara yang diperoleh dari pajak industri turunan sebesar Rp 21,3 triliun, sedangkan penurunan harga gas sebesar 68 persen dapat memberikan peningkatan penerimaan negara sebesar Rp 31.97 triliun.
Jumlah penerimaan yang besar tersebut diikuti dengan penguatan industri domestik melalui peningkatan nilai tambah yang sangat signifikan dan penyerapan tenaga kerja. Selain itu, penurunan harga gas memberikan pengaruh positif pada sektor energi, khususnya listrik.
"Pengurangan harga gas untuk listrik, secara langsung berkontribusi terhadap penurunan biaya produksi, sehingga mendorong produk domestik untuk dapat bersaing di pasar global. Murahnya biaya energi dapat menjadi salah satu nilai tambah dalam peningkatan investasi dalam negeri," ungkap Dyah.
Penurunan harga gas untuk industri juga menarik investor. Hal ini dibuktikan dengan komitmen investasi yang telah disampaikan oleh beberapa perusahaan petrokimia yang berencana untuk membangun pabrik methanol dan turunannya dibeberapa lokasi.
Antara lain, pembangunan industri petrochemical to oleofin berbasis gas di Teluk Bintuni oleh PT Pupuk Indonesia, Sojitz, ferrostaal dan LG dengan nilai investasi sebesar US$ 4,12 miliar. Pembangunan diharapkan dapat dimulai pada tahun 2017 dan mulai beroperasi pada tahun 2021.
Pembangunan Industri Amonia berbasis gas bumi di Banggai Sulawesi tengah dengan total nilai investasi sebesar US$ 744 juta yang pada saat ini pembangunan EPC telah mencapai 40 persen dan diharapkan dapat selesai pada tahun 2019.
Selain itu juta pembangunan industri petrokimia berbasis gas di Masela, Maluku dengan total investasi sebesar US$ 3,9 milyar yang diharapkan dapat segera beroperasi pada waktu yang tidak terlalu lama.
Secara keseluruhan Investasi tersebut, akan menyerap sekitar 57 ribu tenaga kerja langsung dan sekitar 590 ribu tenaga kerja tidak langsung, dan diharapkan akan berkontribusi terhadap peningkatan nilai tambah sebesar Rp 42,3 Triliun , serta menghemat pengeluaran negara sebesar Rp 42,9 triliun dari subsitusi impor.
"Di samping itu, investasi tersebut juga memberikan potensi peningkatan pendapatan negara dari sektor pajak sebesar Rp 5,1 triliun," tutup Dyah. (Pew/Gdn)