Liputan6.com, Manila - Seorang mantan pentolan pasukan algojo Davao (DDS), Edgar Motabato menyerahkan diri ke Kepolisian Filipina.
DDS merupakan kelompok yang diduga dipakai Presiden Filipina, Rodirgo Duterte untuk membunuh pelaku kriminal saat ia masih menjadi Walikota Davao.
Motabato menyerahkan diri pada pagi tadi. Sebelumnya, surat penangkapan dirinya telah dikeluarkan Pengadilan Kota Davao awal pekan ini.
Surat penangkapan tersebut dikeluarkan karena Motabato diduga memiliki senjata api ilegal. Penyelidikan terhadap kasus tersebut pun sudah dilakukan sejak 2 tahun lalu.
Pada 2014 lalu, Pihak Keamanan Filipina menangkap basah Motabata tengah membawa pistol ACP kaliber 45 tanpa izin. Akibat dari itu, sang komandan DDS ditahan.
Baca Juga
Advertisement
Namun, penahanan hanya dilakukan sementara waktu. Motabato dibebaskan dengan syarat. Demikian dilansir dari Asia Corespondent, Jumat (7/10/2016).
Tetapi pada tahun ini, Hakim Silverio Mandalupe kembali mengeluarkan surat penangkapan. Penyebabnya, Motabato tak bisa menunjukan bukti bahwa pistol tersebut legal untuk dimiliki.
Pada September lalu, Motabato memberikan kesaksian mengejutkan. Di depan senat Filipina ia mengaku Duterte memerintahkan kelompoknya untuk membunuh kriminal, kelompok agama tertentu, hingga oposisi politik selama Duterte memimpin Davao.
Atas "kekejiannya" itulah, Rodrigo Duterte diberi nama The Punisher alias sang penghukum. Hal itu disebabkan karena kebiasaannya yang menggunakan kekerasan, bahkan mencabut nyawa siapa saja yang melanggar ketentuannya.
Semenjak Duterte menjadi orang nomor satu pada Juni, lebih dari 3.000 orang yang diduga pengguna dan pengedar obat bius tewas ditembak mati oleh petugas keamanan dan kelompok milisi. Hal itu membuat komunitas internasional mempertanyakan sistem pengadilan yang adil, yang sejatinya menjadi hak para terhukum. Demikian dilansir The Independent, Jumat (16/9/2016).
Di depan anggota senat dan disiarkan oleh TV, mantan anggota milisi, Edgar Matobato, membeberkan bukti kelompoknya terlibat pembunuhan.
Pria berusia 57 tahun itu mengaku terlibat dengan 50 kasus penculikan dan pembunuhan. Termasuk penculikan pemimpin geng yang kemudian dijadikan mangsa buaya pada tahun 2007.
"Pekerjaan kami adalah untuk membunuh para kriminal seperti pengguna narkoba, pemerkosa dan perampok," kata Matobato kepada anggota perlemen. Ia menambahkan, tak semua yang dibunuh adalah kriminal melainkan mereka yang melawan Duterte, atau berseberangan dengan salah satu anak laki-laki sang penguasa.
"Itu sebabnya, ia dipanggil sang penghukum," klaim Matobato.