Liputan6.com, Manado - Menjadi korban pelecehan seksual ](2603719 "") oleh kepala dinas di Pemerintah Kota Manado, T (16) gadis yang duduk di salah satu SMK di Manado, melapor ke Polda Sulawesi Utara (Sulut). Hampir sebulan kasus ini masih jalan di tempat alias tidak ada perkembangan.
"Kami mendesak agar kasus ini terus diproses. Polda Sulut saya kira jangan terburu-buru dulu untuk mengatakan bahwa ini tidak ada bukti. Masih perlu pengembangan selanjutnya," kata Ketua Komnas Perlindungan Anak ( KPA ) Indonesia, Arist Merdeka Sirait di Manado, Jumat (07/10/2016).
Dia mengatakan pihaknya datang khusus ke Manado untuk mengawal sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak termasuk yang diduga dilakukan oleh oknum kepala dinas.
"Saya juga sudah agendakan bertemu dengan Kapolda Sulut untuk memberikan bukti-bukti petunjuk dan desakkan menuntaskan kasus pelecehan seksual di bawah umur yang kami nilai masih jalan di tempat," ujar Sirat.
Sebelumnya pada Rabu, 5 Oktober 2016, Sirat juga mengunjungi sekolah di mana korban T sehari-harinya mengenyam pendidikan. "Kami juga datang di sekolah ini untuk memberikan dukungan kepada anak-anak agar berani melawan kekerasan," ujar Sirait di hadapan ratusan siswa di Manado.
Baca Juga
Advertisement
Kasus dugaan pelecehan seksual ini mencuat pertengahan September 2016 silam. Salah satu kepala dinas atau kadis di Pemerintah Kota Manado, berinisial H dilaporkan ke aparat Polda Sulut, Kamis malam, 15 September 2016.
H dilaporkan dengan tuduhan pelecehan seksual terhadap T (16), gadis salah satu SMK di Manado yang praktik sementara atau magang di instansi yang dipimpin sang kadis.
Akhir Agustus Kelabu
T datang ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sulut didampingi ibunya beserta Ketua Komisi Daerah Perlindungan Anak Sulut, Jull Takaliuang. Jull membenarkan yang dilaporkan adalah tindak dugaan pelecehan yang terjadi pada akhir Agustus 2016.
"Korban memang tidak langsung mengungkap apa yang terjadi pada saat itu karena dia tengah menjalani praktik sistem ganda di kantor lokasi kejadian. Dia khawatir kalau bicara terbuka akan mempengaruhi nilai di sekolah," ucap Jull.
Setelah praktik selesai, kata Jull, T baru berani buka mulut pada keluarga, termasuk mengungkap hal itu ke pihak sekolah. Menurut Jull korban gigih ingin menuntaskan masalah tersebut hingga melaporkannya ke polisi.
"Artinya sebagai anak yang masih di bawah umur, dia punya alasan jelas sampai berani bicara terbuka. Dan kami menduga telah terjadi tindak pidana di situ karena korban diraba dan dipangku oleh oknum kepala dinas," Jull menandaskan.
Dari pengakuan korban, peristiwa itu terjadi pada Agustus lalu saat suasana kantor dinas sedang sepi. Oleh H, korban dibawa ke ruang kerja kemudian dipangku. Bagian tubuh korban pun sempat dielus.
"Kadis ikut bertanya apa keinginan saya selepas sekolah, ingin menjadi tenaga honor di kantornya atau bahkan dibantu menjadi 'Nona Manado'," ujar korban.
Namun tidak terjadi hal lebih karena korban bisa mengelak. Adapun H yang dikonfirmasi masalah tersebut via pesan singkat, hanya menjawab, "Harus hormati proses (hukum)nya."
Sementara itu, pihak sekolah melalui Kepala Sekolah Moodie Lumintang yang ditanyai melalui telepon seluler mengaku dirinya dalam posisi menunggu perkembangan kasus karena mengedepankan asas praduga tak bersalah.
"Siswi kami masih di bawah umur, sementara yang menjadi terlapor adalah orang yang sudah berkeluarga. Bagaimana pun juga kami harus menghormati asas praduga tak bersalah," ujar Moodie.
Adapun Kapolda Sulut Irjen Wilmar Marpaung saat dikonfirmasi melalui Kabid Humas Kombes Mardjuki mengaku telah menerima laporan dari korban. "Kami sementara tindak lanjuti," ujar dia.
Advertisement