Liputan6.com, Jakarta Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji wacana kenaikan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk hasil tembakau alias rokok menjadi 10 persen pada tahun depan. Kebijakan tersebut dinilai akan semakin memberatkan industri rokok.
Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengaku belum mendiskusikan wacana penarikan PPN rokok dengan BKF Kemenkeu. "Belum (dibahas)," katanya usai menghadiri Launching dan Talkshow Buku Inisiatif KAFEGAMA di LCBI, Jakarta, Jumat (7/10/2016).
Baca Juga
Advertisement
Saat dikonfirmasi lebih jauh mengenai usulan Kemenperin atas wacana ini, Airlangga belum mengetahuinya. Hanya saja ia berpendapat wacana penyesuaian PPN rokok menjadi 10 persen akan membebani industri rokok mengingat pemerintah baru saja menetapkan tarif cukai rokok rata-rata 10,54 persen per 1 Januari 2017.
"Apa yang naik pasti memberatkan. Kalau turun kan bisa cepat. Tapi nanti kita bahas dulu ya," ucap Airlangga.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Suahasil Nazara memastikan pengenaan PPN rokok ini bukan pajak ganda. Untuk itu, mekanisme pungutan harus dipikirkan secara matang dan dilaksanakan secara benar yakni memajaki setiap nilai tambah baik dari sisi produksi sampai ke tangan konsumen.
"PPN itu harusnya pakai sistem pajak masukan dan pajak keluaran. Tarifnya 10 persen, dan semua barang yang lain juga seperti itu PPN-nya. Jika dilaksanakan dengan benar, maka tidak akan terjadi pajak berganda karena yang dipajaki efektifnya adalah nilai tambah yang terjadi di tiap proses produksi sampai barang itu dibeli konsumen," jelas Suahasil.