Liputan6.com, Islamabad - Sejumlah politikus serta aktivis di India dan Pakistan mengampanyekan larangan penayangan kartun asal Jepang, Doraemon di layar televisi. Alasannya, film itu dapat merusak anak-anak.
Seperti dilansir dari The Guardian, Jumat (7/10/2016), kubu sosial konservatif Pakistan telah mendesak otoritas berwenang untuk melarang Doraemon tampil di layar kaca. Kartun di mana tokoh utamanya adalah robot kucing dari abad 22 itu dituding telah memicu anak-anak bersikap buruk, baik di sekolah maupun di rumah.
Advertisement
Kampanye terkait pelarangan Doraemon ini mencapai puncaknya pada musim panas ketika salah seorang anggota oposisi dari Partai PTI, Malik Taimur mengatakan, Provinsi Punjab harus melarang saluran televisi yang menayangkan kartun selama 24 jam. Dia menyebut Doraemon sebagai contoh terburuk.
"Bahasa yang digunakan dalam film kartun itu merusak norma-norma sosial kami," ujar para politikus dan aktivis Pakistan yang mendesak agar otoritas regulator media elektronik melarang penayangan kartun Doraemon.
Tuntutan itu juga menyuarakan keprihatinan bahwa kartun Doraemon yang tayang di Pakistan dialih bahasakan dalam bahasa Hindi bukan Urdu.
"Anak-anak kita tanpa disadari telah mempelajari kata-kata dalam bahasa Hindi. Ini dapat merusak kemurnian bahasa dan mendistorsi keyakinan agama kami," demikian bunyi tuntutan tersebut.
Ketika desakan terhadap penayangan Doraemon itu dilayangkan pada Agustus lalu muncul berbagai tanggapan dari publik. Salah satunya ejekan kepada PTI yang dipimpin oleh seorang mantan kapten kriket Pakistan, Imran Khan.
"Apakah Doraemon menggunakan gadget untuk melawan Imran Khan?" cuit pemilik akun Moonraolive di media sosial Twitter.
Lantas ada pula yang menanggapi dengan cuitan, "Kita semua adalah Doraemon."
Mereka yang menolak Doraemon mengatakan penggunaan sejumlah gadget canggih seperti halnya yang ditampilkan di film kartun itu telah mendorong anak-anak bergantung pada orang lain dibanding memecahkan masalah mereka sendiri. Demikian seperti dilansir Nikkei.
Kelompok ini juga mengkritik penggunaan 'kantong ajaib' Doraemon yang dapat mengeluarkan 'pintu kemana saja' dan 'baling-baling bambu'.
Tak hanya di Pakistan, seruan untuk memboikot Doraemon juga terjadi di India meski robot kucing itu populer di negeri pimpinan PM Narendra Modi. Hal itu disampaikan seorang aktivis sosial India terkemuka, Ashish Chaturvedi.
Menurut Chaturvedi, Doraemon dan Nobita telah memberi contoh buruk bagi anak-anak. Keduanya dianggap secara tidak langsung mulai mengajarkan anak untuk melawan orangtua dan menolak melakukan pekerjaan rumah.
Ia mengklaim sejumlah skandal penyontekan saat ujian di negara bagian Madhya Pradesh pada 2013 terinspirasi oleh film kartun tersebut.
Di negeri asalnya, Doraemon yang pertama kali muncul kurang lebih 50 tahun lalu di komik kreasi Fujiko F Fujio dianggap sebagai contoh kemajuan teknologi demi meningkatkan kualitas hidup rakyat negeri itu.
Komik Doraemon telah diterjemahkan ke dalam 30 bahasa. Di seluruh dunia penjualan manga itu diketahui mencapai sekitar 100 juta kopi.
Pada 2012, oleh majalah Time, robot kucing itu dijuluki sebagai salah satu pahlawan Asia. Dan pada 2008 lalu, Doraemon diangkat menjadi duta budaya Jepang.