Liputan6.com, Jakarta Pilkada DKI 2017 telah dimulai. Tiga pasangan cagub dan cawagub telah resmi mendaftar ke KPUD DKI. Seiring berlangsungnya pilkada, hasil survei tentang popularitas dan elektabilitas para bakal cagub dan cawagub pun bermunculan.
Anggota bidang kampanye dan sosialisasi tim pemenangan Ahok-Djarot Guntur Romli mengatakan, lembaga survei bebas menyampaikan hasil penelitiannya. Namun, jangan mengacu kepada isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan).
Advertisement
"Lembaga Survei itu untuk menyejukan. Kami ingin protes yang berbasis kepada SARA. Ini berbahaya, ini potensial untuk politisasi SARA. Ini berbahaya bagi keutuhan kita," ucap Guntur di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (8/10/2016).
Sementara sekretaris tim pemenangan Anies-Sandiaga, Syarief, meminta pembacaan hasil survei harus obyektif.
"Saya tegaskan, obyektif dalam membaca hasil survei. Pilihan-pilihan berbasis agama, itu ilmiah saja. Kenapa diprotes," ungkap politikus Gerindra itu.
Adapun Wakil Ketua Tim Pemenangan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni, Eko Hendro Purnomo meyakini bahwa hasil survei adalah ilmu dan ilmiah.
"Survei itu ilmu. Kita terima jika mayoritas agama Islam (diambil sampling). Itu kan fakta dan dipilah-pilah," ungkap Eko.
Di tempat yang sama, peneliti Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Adjie Alfarabie, berpandangan jika hasil survei dijadikan opini publik, itu hanya bagian dari perspektif masyarakat.
"Jika menggiring opini? Mungkin persepsinya begitu.Tapi data itu, kembali kepada yang menyajikan. Di negara maju, diskusi faktor dalam sosiologi itu tidak dilarang. Di teori politik ada. Kecuali kita mengkampanyekan isu SARA, itu enggak boleh. Jadi bukan hanya program yang dilihat masyarakat, tapi karena hal primodial," papar Adjie.