Liputan6.com, Jakarta - Pada Abad ke-15, Age of Discovery atau zaman penemuan dimulai di Eropa. Kekaisaran Spanyol dan Portugis, para raksasa laut, membiayai ekspedisi pelayaran menyeberangi samudra, untuk menemukan apa yang mereka sebut sebagai Dunia Baru (New World).
Salah satu tujuan penjelajahan samudra adalah untuk mengumpulkan pundi-pundi harta. Pertemuan dengan sejumlah penduduk lokal memunculkan banyak legenda tentang peradaban besar yang punah atau tersembunyi, yang konon meninggalkan warisan berharga yang belum terjamah.
Advertisement
Pencarian pun dikerahkan untuk menemukan sejumlah kota yang konon menyimpan kekayaan yang berlimpah, terutama emas.
Namun, pencarian besar-besaran tersebut berakhir dengan kegagalan. Tiga kota yang diyakini dibangun dari emas tak pernah ditemukan, bahkan hingga kini ketika teknologi jauh lebih maju dari masa lalu.
Berikut kota emas peninggalan peradaban masa lalu yang hingga kini masih jadi misteri:
1. El Dorado
Sebuah mitos menuntun para petualang dan pemburu harta rakus dari Eropa menempuh perjalanan panjang menembus hutan, mendaki gunung liar di Amerika Selatan. Bahkan tega membantai penduduk asli dan memporakporandakan budaya serta sistem kepercayaan lokal: El Dorado.
El Dorado konon adalah sebuah kota kaya raya yang terbuat dari emas, bahkan tubuh rajanya diselimuti serbuk emas.
Diawali penjelajahan Columbus di Amerika pada 1492, kisah dunia baru yang kaya logam mulia itu tersebar ke Eropa, mengundang lebih banyak penakluk Spanyol berdatangan, mengikuti hawa nafsu penaklukan dan mengeruk harta.
Benar, banyak emas ditemukan di sana. Namun, temuan arkeolog baru-baru ini menyebut, seluruh perjalanan bangsa Eropa menemukan sebuah kota emas, sia-sia. Sebab, El Dorado bukan tempat melainkan orang.
Salah satu dasarnya adalah mitos asli bangsa Amerika Selatan yang menyebut El Dorado sejatinya bukan lokasi melainkan seorang penguasa yang saking kayanya menutup dirinya dengan emas, dari kepala hingga ujung kaki setiap pagi, dan mencucinya di danau suci tiap malam.
Kisah nyata tersebut perlahan dikuak satu-persatu, mengkombinasikan teks kuno dan riset arkeologi terbaru.
"Itu kisah ini adalah ritus upacara yang dilakukan masyarakat Muisca yang tinggal di kawasan Kolombia Tengah pada tahun 800 Masehi," kata Dr Jago Cooper, kurator Amerika di British Museum, seperti dimuat BBC.
Kisah ini lalu ditulis ulang oleh orang Spanyol di awal Abad ke-16, Juan Rodriguez Freyle. Dalam tulisannya, "The Conquest and Discovery of the New Kingdom of Granada" terbit tahun 1939, Freyle menceritakan, saat pemimpin Muisca meninggal, dipilihlah penggantinya--biasanya kemenakan lelaki mendiang.
Melalui proses inisiasi yang panjang, upacara pelantikan berakhir di sebuah danau suci. Belakangan diketahui, danau itu adalah Danau Guatavita, di Bogota, Kolombia.
Pewaris itu lalu ditelanjangi, tubuhnya ditutupi dengan lumpur dan emas bubuk. "Lalu warga melempar persembahan untuk para dewa, berupa benda berharga seperti emas, zamrud, dan benda berharga lain ke danau."
Kisah ini diperkuat temuan arkeolog yang mengungkapkan keterampilan luar biasa dan skala produksi emas di Kolombia pada saat kedatangan bangsa Eropa pada 1537.
Namun, dalam masyarakat Muisca, emas, perak, dan tembaga dicari, bukan karena nilai materinya, tetapi lebih untuk alasan religius. Emas bukan pertanda kemakmuran.
"Untuk rakyat Muisca hari ini, seperti halnya bagi leluhur kami, emas tidak lebih dari sekadar persembahan ... emas tidak mewakili simbol kekayaan bagi kami," kata keturunan Muisca, Enrique Gonzalez.
Sikap itu berbeda dengan rakyat Eropa yang melihat emas sebagai simbol kekayaan, juga kekuasaan.
2. Ciudad Blanca
Legenda mengisahkan keberadaan Ciudad Blanca atau "Kota Putih" yang penuh emas bernilai tinggi. Yang menjadi buruan para penjelajah dan pemburu harta karun sejak penakluk Hernando Cortes menyebutnya dalam surat yang ditujukan pada Raja Spayol, Charles V tahun 1526 silam.
Kota itu konon menjadi tempat lahir Dewa Aztec, Quetzalcoatl. Di mana patung sang dewa yang terbuat dari emas dan ukiran batu putih bertebaran di sana. Namun, tak ada konfirmasi tentang keberadaan kota tersebut.
Pada 2013, para peneliti mengaku yakin, mereka telah menguak keberadaan kota yang hilang menggunakan pemindai berteknologi tinggi. Menggunakan pesawat terbang yang bisa mengintip di sela rapatnya hutan di Honduras.
Para peneliti yang berasal dari University of Houston dan National Center for Airborne Laser Mapping (NCALM) menerbangkan pesawat kecil di langit Mosquitia. Pesawat itu menembakkan miliaran pulsa laser ke permukaan tanah, untuk menciptakan peta digital 3 dimensi topologi yang ada di bawah pepohonan yang mirip kanopi itu.
Dengan mengompilasikan data tersebut, para analis mengungkap apa yang terlihat sebagai perubahan elevasi buatan manusia. Yang diduga menunjukkan lapangan kota yang hilang itu, yang dihiasi dengan sejumlah piramida.
Adalah sinematografer sekaligus pecinta segala hal soal Ciudad Blanca, Steve Elkins yang mencari dukungan investor swasta untuk membiayai tim NCLAM, menggunakan teknologi pemetaan lasernya untuk memetakan lantai hutan Mosquitia.
Selama seminggu, NCALM dan teknisi dari University of Houston menerbangkan pesawat Cessna bermesin gandanya, menyisir area seluas 60 mil persegi. Untuk mengungkap bukti adanya permukiman kuno atau lanskap yang direkayasa manusia. Dibantu komputer LiDAR.
"Data LiDAR menunjukkan, sisa-sisa pemukiman yang bisa dicirikan sebagai kota kuno berdasarkan kompleksitas spasial, ukuran dan pengaturan," kata pengajar Colorado State University, Christopher Fisher, yang memimpin penelitian, seperti dimuat Daily Mail.
"Kami mungkin tak akan bisa memastikan apakah itu Ciudad Blanca yang dicari, atau apakah kota legendaris itu benar adanya. Namun, berdasarkan bukti data, kami bisa menyatakan, di sana ada wilayah pemukiman dengan lingkungan yang dimodifikasi oleh manusia," tambah dia.
Keberhasilan tim mendeteksi keberadaan yang diduga pemukiman kuno juga diapresiasi Presiden Honduras, President Porfirio Lobo. Untuk membuktikan apakah benar ada kota terlupakan yang kembali ditemukan, para arkeolog harus menembus lebatnya hutan untuk membuktikannya.
Honduras juga dihadapkan pada dilema, apakah perlu untuk menghancurkan ekosistem yang berharga melindungi Bumi demi menemukan sejumlah emas?
Advertisement
3. Cibola
Legenda Cibola atau Tujuh Kota Emas memiliki keterkaitan dengan legenda mengenai nasib Don Rodrigo dari Spanyol yang kehilangan kerajaannya pada Abad ke-8 Masehi -- setelah kalah dari pasukan Muslim.
Konon, sang raja membawa tujuh dan sejumlah orang untuk ikut berlayar ke sebuah pulau bernama Antilia.
Di pulau itu, masing-masing uskup membangun sebuah kota. Semua kapal dan alat navigasi dibakar untuk mencegah orang-orang pulang ke Spanyol.
Legenda itu dihidupkan kembali pada tahun 1530-an, ketika empat orang yang selamat dari ekspedisi Barvaez yang gagal menduduki Florida tiba di New Spain (Nueva Espana) atau yang kini adalah Meksiko.
Dalam perjalanan menyelamatkan diri itu, mereka mengaku bertemu dengan sejumlah penduduk asli, yang menceritakan tentang legenda kota-kota yang dipenuhi emas, yang konon berada di suatu tempat di Gurun Sonoran.
Pada 1539, raja muda Antonio de Mendoza mengirim salah satu korban yang selamat itu -- budak bernama Esteban de Dorantesdan seorang pendeta bernama Marcos de Niza, dalam ekspedisi untuk menemukan Tujuh Kota yang konon sarat harta.
Esteban dilaporkan tewas dibunuh, kemudian Marcos kembali ke Mexico City. Kepada penguasa, ia melapor telah melihat salah satu kota Cibola dari kejauhan.
Namun, Marcos tak sampai masuk kota itu karena mengaku khawatir akan menemui nasib yang sama dengan Esteban.
Seperti dikutip dari situs Ancient Origins, sang raja muda memutuskan untuk mengirim ekspedisi yang lebih besar pada tahun berikutnya, kali ini di bawah kepemimpinan conquistador atau penakluk Francisco Vázquez de Coronado.
Coronado memimpin 350 tentara Spanyol, ditambah pasukan bantuan dari penduduk lokal yang jumlahnya antara 900 hingga 1.300 untuk mencari harta itu.
Ekspedisi itu berlangsung sekitar dua tahun. Hasilnya, gagal total. Alih-alih menemukan kota besar dengan dinding terbuat dari emas, Coronado dan anak buahnya menemukan desa adat sederhana dengan dinding lumpur.
Ketika kembali ke Mexico City, mereka pulang dengan tangan kosong. Coronado bangkrut, demikian pula dengan para bawahannya.