Liputan6.com, Pekanbaru - Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyatakan gerakan makan sagu yang akan dicanangkan dapat menghemat konsumsi 8.000 ton beras per bulan di Bumi Lancang Kuning tersebut. Gerakan makan sagu dapat membantu swasembada pangan untuk jangka panjang mengingat pemenuhan kebutuhan beras di Riau masih di suplai dari provinsi tetangga.
"Jika kita canangkan sehari seminggu program ini akan menghemat 2.000 ton beras, jika sebulan sebesar 8.000 ton," kata Gubernur yang akrab disapa Andi Rachman di Pekanbaru, Senin (10/10/2016) dilansir Antara.
Andi Rachman mengatakan, tiga kabupaten diantaranya Kepulauan Meranti, Indragiri Hilir, dan Bengkalis menjadi kawasan penghasil sagu terbesar dengan total produksi mencapai 246.000 ton per tahun. Namun begitu, tingginya produksi kawasan penghasil sagu ini tidak selaras dengan persentase konsumsi yang hanya mencapai 10 persen.
"Biasanya diekspor ke Jepang, sebagian dimarketkan untuk Cirebon," kata dia.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Badan Ketahanan Pangan Riau, Darmansyah menilai rendahnya kesadaran konsumsi masyarakat ini disebabkan kurang membiasakan makan sagu dalam keseharian. Gerakan Riau sehari makan sagu akan efektif jika seluruh kalangan dapat turut serta menggalakkan.
Darmansyah menjelaskan gubernur mengangkat sagu sebagai alternatif pemenuhan karbohidrat mengingat tingginya suplai beras dari provinsi tetangga yang mencapai 70 persen sehingga mengganggu ketahanan pangan di Bumi Melayu itu.
"Tahun ini akan diluncurkan gubernur Riau, bersamaan dengan gelar pangan nusantara akan ada 350 aneka ragam produk makanan dari sagu," tuturnya.
Ia mengatakan, masyarakat perlu mengetahui bahwa produk berbahan dasar sagu sudah difortifikasi kedalam berbagai bentuk olahan baik makan modern maupun tradisional, disesuaikan dengan kebutuhan saat ini.
"Jadi ke depan, produk dari sagu ini sudah sangat beraneka ragam ada sagu kelapa, sagu ikan, dicampurkan dengan olahan makanan lainnya," kata Darmansyah.
Dengan begitu, kata dia, jika tingkat konsumsi sagu kian meningkat maka sebagai kawasan penghasil sagu, Riau akan menjadi percontohan provinsi lain untuk menggiatkan pangan ini di kancah nasional dan internasional.
Di sisi lain, terjadi pro dan kontra di kalangan ahli gizi, ketika pemprov Riau akan menjadikan sagu sebagai altetnatif pengganti nasi. Menanggapi hal tersebut, Darmansyah meluruskan, yang dimaksudkannya adalah sagu yang difortifikasi dalam berbagai produk olahan yang mengandung protein, lemak, vitamin dan kandungan gizi lainnya.
"Ada berbagai persepsi, namun yang jelas sagu yang mengandung karbohidrat akan difortifikasi dengan makanan yang mengandung protein dan unsur gizi lainnya," kata dia.