Liputan6.com, Singapura - Zunika Ahmad adalah seorang transgender. Ia yang lahir sebagai perempuan yang kemudian memutuskan untuk hidup sebagai laki-laki.
Pada Senin 10 Oktober 2016, ia yang kini berusia 40 tahun dinyatakan bersalah atas kasus kejahatan seksual terhadap remaja berusia 13 tahun. Pengadilan tingkat banding Singapura menjatuhkan hukuman selama 10 tahun padanya.
Putusan tersebut bertolak belakang dengan vonis pengadilan tingkat pertama yang memutuskan bahwa perempuan tak bisa diperkarakan karena melakukan penetrasi seksual pada anak di bawah umur.
Pengadilan tinggi memutuskan bahwa seperti halnya pria, perempuan juga bisa dinyatakan bersalah sebagai pelaku kejahatan seksual tersebut. Bahwa hukum berlaku untuk semua jenis kelamin.
"Tak ada bedanya apakah pelaku adalah laki-laki, perempuan, atau berurusan dengan masalah identitas gender, "kata hakim ketua CJ Menon seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (10/10/2016).
Ia menambahkan bahwa hukum bertujuan untuk melindungi korban, terlepas dari apapun jenis kelamin pelaku.
Seperti dikutip dari BBC, pengadilan banding dalam putusannya mempertimbangkan juga keterangan yang menyebut, antara korban dan terdakwa terlibat hubungan romantis. Zunika juga bukan pelaku berantai yang menargetkan sejumlah korban.
Apapun, menurut hukum Singapura, berhubungan seksual dengan anak di bawah umur adalah kejahatan.
Media di Singapura mengabarkan bahwa kasus tersebut bersejarah, karena untuk kali pertamanya perempuan dinyatakan bersalah melakukan kejahatan seksual pada gadis remaja.
Mengaku Pria WNI
Didiagnosis dengan gender dysphoria, Zunika berbicara, berpakaian, dan berperilaku sebagai pria.
Ia berpura-pura sebagai pria Indonesia. Dengan penampilannya yang meyakinkan itu, Zunika bahkan menikahi dua perempuan, bahkan terdaftar sebagai ayah dari salah satu anak -- yang sejatinya adalah keturunan pria lain.
Para istrinya mengaku tak tahu bahwa suami mereka ternyata adalah perempuan.
Saat berhubungan suami istri, mereka dilarang melihat atau menyentuh bagian kelamin dengan alasan 'klenik'.
Pada 2011, Zunika Ahmad berteman dengan seorang gadis 13 tahun yang masih tetangganya dan mulai melakukan kejahatan seksual pada korban. Remaja itu kerap dititipkan ke rumah pelaku oleh orangtuanya.
Kejahatan yang ia lakukan berlangsung selama 2 tahun dan mengemuka pada 2014, ketika Zunika dan gadis itu bertengkar. Korban pun melapor pada orangtuanya yang langsung menghubungi polisi yang langsung menangkap pelaku.
Sebelum kasusnya itu ditangani polisi, korban mengaku tak tahu bahwa Zunika Ahmad secara biologis adalah perempuan.
Zunika kemudian dinyatakan bersalah pada Desember 2015 atas kasus penetrasi seksual terhadap anak di bawah umur. Namun, ia tak dihukum.
Sidang pengadilan mendengar bahwa terdakwa mengalami gender dysphoria dan mengidentifikasi diri sebagai pria. Para hakim berpendapat, secara biologis ia adalah perempuan dan hukum itu hanya berlaku bagi pria. Jaksa kemudian mengajukan banding.
Tak hanya kasus kejahatan seksual, Zunika Ahmad juga terancam diperkarakan dalam kasus penggunaan paspor Indonesia palsu dan penipuan dalam pencatatan kelahiran
Advertisement