Liputan6.com, Jakarta Ada beberapa orangtua mungkin mengeluhkan anaknya sulit belajar, malas membaca dan sebagainya. Menanamkan budaya membaca pada anak-anak modern saat ini memang bukan perkara mudah.
Tapi orangtua mestinya tidak boleh menyerah menanamkan kecintaan membaca buku sejak dini. Sebab manfaat membaca tak hanya membangun karakter dan tumbuh kembangnya tapi juga menambah ilmu pengetahuan yang tak bisa ia dapat dari gawai atau internet.
Advertisement
Melihat pentingnya menanamkan kebiasaan membaca buku sejak dini, Psikolog Devi Raissa M.Psi, tidak menampik kalau budaya membaca anak Indonesia itu sangat minim. Hal ini pula yang mendorongnya untuk membuat buku anak.
"Selama praktik, ada beberapa orangtua yang mengatakan sulit berkomunikasi dengan anak. Karena pendekatan saya itu lewat buku, jadi saya bacain buku ke anaknya yang kira-kira serupa dengan masalah dia. Dengan begitu, anak jadi lebih banyak cerita sama saya. Kemudian saya berpikir, sebentar saja, anak mau terbuka apalagi kalau orangtuanya mau bacain buku," ujarnya saat ditemui Health-Liputan6.com di Rabbit Hole, Jalan Bangka IID, no. 5, Jakarta Selatan, Selasa (11/10/2016).
Menurut Devi, kebiasaan membacakan buku pada anak sejak dini dan secara rutin akan menjalin komuinikasi positif antara orangtua dan anak. Bahkan di luar negeri, hasil penelitian menunjukkan, buku itu memiliki banyak manfaat.
"Di luar negeri banyak program yang mengenalkan dan membacakan buku pada anak sejak dini. Jadi kayaknya ketika ibu melahirkan, langsung dikasi gift berupa buku. Enggak cuma mainan, buku itu important, saya jadi berpikir kenapa cara ini enggak diadopsi. Saya pun memberi saran orangtua untuk membacakan buku pada anak, tapi kendalanya masih sedikit buku untuk anak-anak terutama untuk usia dini. Nah, karena saya psikolog, saya tahu perkembangan anak dan senang menulis, jadi kenapa enggak bikin buku," katanya.
Saat itu, kira-kira Agustus 2014, wanita lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini akhirnya mulai fokus membangun kecintaan orangtua pada anak melalui buku-buku yang diberi nama Rabbit Hole.
"Saat pertama kali membuat Rabbit Hole, banyak yang mempertanyakan keputusan saya. Bikin buku motivasi atau psikologi populer gitu, kan lebih laku dibandingin buku anak atau bikin baju anak, sepatu anak, yang pastinya lebih laris dibanding buku anak. Sekarang sudah banyak toko buku dan penerbit yang tutup. 'Enggak ada masa depannya bikin buku anak', begitulah kira-kira kalau dirangkum dalam satu kalimat, celotehan yang pernah mampir saat saya mau membuat Rabbit Hole," tulis Devi dalam akunnya di Instagram.
Tapi begitulah Devi, dengan sikap optimisnya, dia pun mantap dengan Rabbit Hole. Filosofinya, karena karena terinspirasi dari film disney yang berjudul Alice's adventure in wonderland.
"Saya suka Alice, dia itu anak perempuan biasa yang masuk ke Rabbit Hole terus dia menemukan pengalaman luar biasa. Pengennya, pembaca Rabbit Hole juga bisa mendapatkan pengalaman luar biasa," katanya.
Tak hanya dikemas secara menarik, buku ini juga banyak menyimpan modal perkembangan anak sejak dini. Buktinya, kata Devi, setiap bulan ada 4.000 buku yang dipesan orangtua seluruh Indonesia.
Semua proses pengerjaan buku juga dibuat olehnya dan dibantu beberapa pegawainya. "Saya yang membuat cerita, kemudian ada satu orang ilustrator dan dalam proses percetakan sampai finishing dibantu pegawai," ujarnya.
Bayi harus baca buku
Membaca buku bukan hanya aktivitas yang hanya dilakukan orang dewasa. Bahkan sejak trimester pertama kehamilan, seorang ibu atau ayah bisa membacakan buku untuk anaknya.
"Saat trimester ketiga kehamilan, indera pendengaran janin mulai berkembang. Saat itu anak mulai bisa mendengar orangtuanya membaca buku. Bisa sebagai pengganti mengobrol semenjak janin," katanya.
Bicara mengenai buku untuk bayi, pasti banyak orangtua yang penasaran, apakah bayi sudah paham tentang isi buku atau apakah dia mendengar cerita dengan baik. Menjawab hal tersebut, Devi menuturkan, buku yang ia buat tidak sembarangan karena berdasarkan keilmuan psikologi dan sesuai dengan tugas perkembangan anak-bayi.
"Anak itu ketika lahir akan belajar trust vs mistrust, dia harus membangun kepercayaan sama orang-orang disekitarnya. Nah, saat dia keluar ke dunia, bayi itu merasa bising, bingung. Makanya dia harus punya sosok yang diandalkan. Bagaimana caranya memenuhi kebutuhan dia, selain selalu ada secara fisik juga dengan kasih sayang. Salah satu bentuk kasih sayang ini bisa didapatkan ketika orangtua membacakan buku," katanya.
Tak heran, kata Devi, bila kita perhatikan ada banyak sekali buku untuk bayi bertemakan cinta. "I Love You..Ayah, I Love You..Bunda, dan sebagainya. "Tema cinta ini memang diharapkan bisa tertanam pada anak, jadi otomatis, ketika bacain buku, orangtua juga bisa sambil memeluk anak. Dengan begitu, tugas perkembangan itu terpenuhi dan dia akan percaya sama orang di sekitarnya."
Tak perlu khawatir juga bila orangtua tidak memiliki waktu sebab Devi mengemas buku-bukunya sangat menarik bagi anak. Dengan lebih banyak gambar dan percakapan, Devi berharap buku-buku Rabbit Hole ini menjadi momen menyenangkan bagi anak.
"Buku-buku disusun berdasarkan usianya. Untuk bayi hingga usia tiga tahun, memang tidak terlalu banyak teks dan warna yang terlalu banyak karena buku juga bisa membuat overstimulasi pada anak. Dengan kalimat sederhana dan positif, justru akan menanamkan kebiasaan membaca yang menyenangkan," ujarnya.
Di Rabbit Hole, Devi menyediakan tiga jenis buku untuk anak usia enam bulan hingga tiga tahun seperti Cilukba (Peekaboo), What Sound Is That? dan Hmmm...
Sedangkan buku lainnya diperuntukkan untuk anak-anak usia tiga hingga tujuh tahun yaitu The Best Holiday, Bella and Red Balloon, Booklet Games, serta The Origin of My Name.
Suara orangtua
Devi mengatakan, ada banyak keluhan yang membuat orangtua kadang enggan membacakan buku untuk anaknya. Tak sedikit, orangtua juga yang merasa gagal karena tidak bisa menyelesaikan buku bersama anaknya.
Tapi itu semua ternyata tidak masalah. "Saya selalu bilang kalau suara yang paling disukai anak itu suara orangtuanya. Jadi mau cempreng atau suaranya kayak apa, enggak kayak pendongeng yang bisa berubah, anak-anak akan tetap menyukai suara ayah dan ibunya."
Orangtua juga jangan takut tidak menyelesaikan buku bersama anaknya karena aktivitas ini bisa dilanjutkan keeseokan harinya. Yang terpenting, jangan paksa anak dan usahakan baca buku bersama anak di waktu pasifnya atau saat dia sedang aktif ingin bermain.
"Yang penting, anak tahu kegiatan membaca itu menyenangkan. Dengan begitu, dia merasa bisa dekat dengan orangtua, bisa dipeluk, bisa dicium nanti dia akan mengembangkan kebiasaan membaca itu hingga dewasa," pungkasnya.