Kemenperin Nilai PPN Rokok 10 Persen Bakal Bebani Industri

Rencana normalisasi PPN hasil tembakau menjadi 10 persen dinilai akan semakin membebani industri.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 11 Okt 2016, 17:30 WIB
Sejumlah batang rokok ilegal diperlihatkan petugas saat rilis rokok ilegal di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta, Jumat (30/9). Rokok ilegal ini diproduksi oleh mesin dengan total produksi 1500 batang per menit. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Rencana normalisasi PPN hasil tembakau menjadi 10 persen dinilai akan semakin membebani industri. Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu mengatakan, baru-baru ini industri rokok sudah dinaikkan cukainya. Bila ada kenaikan PPN lagi tentu akan menambah beban industri.

"Banyak dari mereka yang gulung tikar karena dampak kenaikan ini, tentu ini harus menjadi perhatian kita bersama," katanya, Selasa (11/10/2016).

Data Kemenperin di tahun 2015-2016 hanya 100 dari 600 perusahaan yang mampu membayar cukai. "Ini kan mengindikasikan bahwa kondisi industri ini sedang tidak baik," katanya.

Oleh karena itu, tutur Willem, rencana kenaikan PPN perlu dikaji jangan sampai menurunkan kualitas industri yang sedang menurun.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto mengaku belum mendiskusikan wacana penarikan PPN Rokok dengan BKF Kemenkeu. "Belum (dibahas)," beberapa waktu lalu.

Saat dikonfirmasi lebih jauh mengenai usulan Kemenperin atas wacana ini, Airlangga belum mengetahuinya. Ia berpendapat wacana penyesuaian PPN rokok menjadi 10 persen akan membebani industri rokok mengingat pemerintah baru saja menetapkan tarif cukai rokok rata-rata 10,54 persen per 1 Januari 2017.

"Apa yang naik pasti memberatkan. Kalau turun kan bisa cepat. Tapi nanti kita bahas dulu ya," ucap Airlangga.

Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji wacana kenaikan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) produk hasil tembakau alias rokok menjadi 10 persen pada tahun depan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya