Ini Alasan Daya Saing Indonesia Turun

World Economic Forum (WEF) melaporkan penurunan daya saing Indonesia dari peringkat 37 ke 41.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Okt 2016, 21:05 WIB
Suasana bongkar muat peti kemas di JICT, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (22/10/2015). Mendag Thomas T. Lembong memproyeksikan, kinerja ekspor hingga akhir tahun akan turun 14% dan impor turun 17% secara year on year. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta World Economic Forum (WEF) melaporkan penurunan daya saing Indonesia dari peringkat 37 ke 41. Penyebabnya, karena negara ini sudah tertinggal jauh dengan negara lain, termasuk lambannya efek dari paket kebijakan ekonomi untuk mendongkrak daya saing tersebut.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Trikasih Lembong usai Rakor Percepatan Paket Kebijakan Ekonomi, mengakui bahwa Indonesia terlalu terlena di tengah euforia booming komoditas selama bertahun-tahun tanpa melakukan reformasi struktural maupun deregulasi dan modernisasi.

"Saat harga komoditas lagi tinggi, kita malah habiskan uang untuk malas-malasan, sementara negara saingan yang tidak punya komoditas malah lebih awal melakukan deregulasi, modernisasi sampai membuat perjanjian dagang dengan blok negara maju, seperti Eropa dan Amerika," jelasnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Menurut Lembong, dalam rapat pleno Satgas Percepatan Paket Kebijakan Ekonomi dipaparkan, Indonesia sudah kalah dengan Vietnam dan India. Bahkan kekalahan juga mengancam negara ini terhadap Filipina dan Myanmar.

"Kalau kita tetap kayak gini, kita bisa kalah dari Filipina dan Myanmar. Jadi kita harus genjot percepatan deregulasi, modernisasi, membuat kemitraan dengan negara maju di Eropa dan AS," terang Mantan Menteri Perdagangan itu.

Terkait keampuhan paket kebijakan ekonomi 1-13 yang sudah diluncurkan, sambung Lembong, membutuhkan waktu untuk melihat dampaknya terhadap perekonomian dan daya saing Indonesia.

"Jadi merosotnya posisi daya saing kita di WEF karena kebijakan atau kurangnya kebijakan dari lima tahun lalu. Nah dampaknya paket kebijakan ke daya saing kita, mungkin baru terasa tahun depan atau tahun berikutnya lagi," jelas Lembong.

Ia menilai, stabilitas ekonomi Indonesia dan paket kebijakan sedikit banyak sudah memberikan sentimen positif. Dilihat dari penguatan nilai tukar rupiah, cadangan devisa Bank Indonesia (BI) naik tajam.

"Sejak program reformasi ekonomi dan deregulasi, ditambah aliran dana masuk dari tax amnesty, jadi terasa sekali sentimen pengusaha cukup terangkat. Jadi kita harus memanfaatkan momentum ini jangan sampai hilang," pungkas Lembong.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya