‎Buruh Tuntut Upah Naik Tinggi, Ini Dampak Buruknya

Jika tidak senang dengan skema pengupahan yang telah ditetapkan, pekerja atau buruh bisa memilih untuk membuka usaha sendiri.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 12 Okt 2016, 09:35 WIB
Para buruh mengenakan kostum cosplay super hero ketika berjalan menuju Istana Negara, Jakarta, Kamis (29/9). Dalam aksinya, buruh menuntut kenaikan upah mininum Rp 650ribu dan penghapusan Tax Amnesty. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menegaskan bahwa tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2017 Rp 3,8 juta per bulan akan membawa imbas negatif bagi industri nasional. Mulai dari produk dalam negeri kurang kompetitif, meningkatnya pengangguran, sampai pada keuntungan buruh asing.

Wakil Ketua Umum Apindo, Suryadi Sasmita mengatakan, pengusaha harus memikirkan daya saing produk di pasar domestik maupun luar negeri. Peningkatan upah pada dasarnya diiringi dengan kenaikan harga barang. Namun jika harga barang naik, risiko yang bakal terjadi adalah barang tidak kompetitif di pasar.

"Kalau harga barang naik, barang jadi tidak kompetitif, tidak ada yang beli. Akhirnya perusahaan bangkrut dan kita mati sama-sama (pengusaha dan buruh). Jadi kita harus pikirkan dampaknya," ucap dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (12/10/2016).

Lebih jauh dijelaskan Suryadi, dengan kondisi tersebut, Indonesia akan menjadi sasaran empuk bagi produk luar negeri merajai pasar domestik. Sebagai contoh, ia menjelaskan, barang-barang dari Bangladesh, Tiongkok, Meksiko yang ditawarkan dengan harga murah.

"Jangan sampai perusahaan nasional malah impor barang jadi dari Tiongkok, Bangladesh, Meksiko. Karena dengan begitu, kita hanya akan menghidupkan atau menguntungkan buruh luar negeri, sementara banyak pengangguran di Indonesia," Suryaji menjelaskan.

Menurutnya, upah Rp 3,8 juta per bulan merupakan tuntutan sebagian kecil pekerja di Indonesia. Karena masih banyak buruh informal yang mendapatkan upah Rp 1 juta-1,5 juta per bulan.

"Selisih upah buruh formal dan informal di Indonesia sudah tiga kali lebih, sedangkan di beberapa negara seperti Thailand selisih cuma 1,5 kali. Malahan ada di Indonesia yang cuma dapat upah kurang dari Rp 1 juta per bulan. Jadi pemerintah harus memikirkan yang masih kecil ini," tegas Suryadi.

Jika tidak senang dengan skema pengupahan yang telah ditetapkan, pekerja atau buruh bisa memilih untuk membuka usaha sendiri atau berwirausaha.

"Jangan paksa perusahaan menggaji besar kalau produktivitas masih rendah. Lebih baik usaha sendiri, berikan saja pekerjaan kepada orang yang mau bekerja karena di Indonesia masih banyak pengangguran," pungkas Suryadi. (Fik/Gdn)

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya