Liputan6.com, Jakarta - Di pertemuan tahunan International Moneter Fund (IMF) dan Bank Dunia, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bersama menkeu negara lain mempunyai permasalahan yang sama, yakni pajak dari transaksi online (e-commerce). Sorotan utama permasalahan pajak tersebut adalah kasus pajak perusahaan internet raksasa asal Amerika Serikat (AS), Google.
"Kami membahas penghindaran pajak melalui transaksi yang memang sulit dipajaki, seperti e-commerce atau transaksi online. Hal ini terjadi di semua negara dan banyak menkeu mengalami hal yang sama," ujar Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Sri Mulyani mencontohkan, Menkeu AS yang memiliki persoalan dalam menghadapi pajak Apple dan harus bersaing dengan Eropa. "Bagaimana menarik pajak Google dan Amazon. Ini jadi suatu topik sangat penting bagi sebuah negara, bagaimana membangun sistem perpajakan internasional yang adil," terangnya.
Baca Juga
Advertisement
Menurut dia, seluruh negara tidak akan mencapai tujuan bersama membangun perekonomian, mengurangi pengangguran dan kemiskinan tanpa bekerja sama dalam pemungutan pajak.
"Tidak bisa dunia deklarasikan membangun ekonomi bersama, kemakmuran tapi negara-negara berkembang kesulitan memungut pajak. Langkah ini penting bagi kita bersama untuk mengetahui upaya-upaya penghindaran pajak," ucap Sri Mulyani.
Sebelumnya pada 21 September 2016, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Ken Dwijugiasteadi, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan membuka pintu negosiasi bagi manajemen Google karena tidak memenuhi kewajiban membayar pajak di Indonesia. Padahal, status Google di Indonesia sebagai Badan Usaha Tetap (BUT).
BUT merupakan perusahaan yang memiliki kantor dan beroperasi di Indonesia, mencari dan mendapatkan keuntungan di Indonesia, sehingga ada kewajiban menyetor pajak di negara ini.
"Tidak ada negosiasi. Kita akan lakukan penegakan hukum. Tapi kan pemeriksaan masih dalam proses. Memeriksa itu ada istilahnya closing dan dalam closing itu bagaimana pendapat Wajib Pajak, bagaimana pendapat pemeriksa dan itu Undang-undang. bukan negosiasi," tegas Ken di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (21/9/2016).
Jika Google masih menolak untuk diperiksa, Ken mengancam dengan hukuman pidana. "Jika ada upaya menghalang-halangi pemeriksaan bisa pidana," tegas Ken. (Fik/Gdn)