Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian menargetkan Provinsi Kalimantan Timur swasembada produksi beras pada tahun 2018 mendatang. Provinsi ini memang masih tergantung distribusi beras dari sejumlah daerah lain di Sulawesi Selatan dan Jawa Timur.
“Saya targetkan Kaltim selesai urusan beras 2018 mendatang,” kata Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman dalam kunjungan kerja ke Kaltim, Rabu (12/10).
Advertisement
Pengadaan pangan dari daerah lain, menurut Amran sangat membebani masyarakat setempat yang menanggung biaya transportasi. Dia menyebutkan sistem ini menjadi faktor utama peningkatan angka inflasi yang berdampak naiknya angka kemiskinan masyarakat.
“Ongkos distribusinya menjadi beban pembelinya. Otomatis meningkat inflasi dan kemiskinan,” ujarnya.
Amran mengatakan Provinsi Kaltim punya modal utama menjadi salah satu lumbung padi nasional, mengingat provinsi ini punya lahan pertanian seluas 20 ribu hektare dan ketersediaan air sungai yang cukup.
Permasalahan utama adalah optimalisasi pengelolaan lahan pertanian yang belum digarap maksimal.
“Lahan yang ada hanya dikelola sekali dalam waktu setahun. Kalau dapat dikelola dua hingga tiga kali setahun, semua selesai,” tegasnya.
Berkaitan dengan hal itu, Amran berkomitmen melakukan modernisasi pengelolaan sawah di Kaltim dengan mengirimkan 100 pompa air serta traktor pengelolaan tanah. Kementerian Pertanian juga siap menanggung biaya pembukaan lahan area persawahan baru guna mewujudkan target swasembada pangan di Kaltim.
“Sementara ini cukup intensitas pertanian di Kaltim. Namun kalau perlu bisa saja dibuka lahan lahan baru. Pusat yang nanggung,” tegasnya.
Konsep swadaya pangan masing masing daerah, kata Amran akan dilakukan di seluruh provinsi Indonesia timur. Dia melarang ketergantungan pangan di setiap daerah yang akan meningkatkan angka kemiskinan.
“Tidak boleh ada lagi pembelian pangan antar daerah,” tuturnya.
Kepala Dinas Pertanian Pangan Kaltim, Ibrahim mengatakan masyarakat memang masih mengalami defisit produksi beras mencapai 123 ribu ton. Sawah di Kaltim hanya mampu memproduksi sebanyak 350 ribu ton dari total kebutuhan mencapai angka 480 ribu ton.
“Kota di Kaltim masih mengandalkan daerah lain seperti Balikpapan, Samarinda dan Bontang,” ungkapnya.
Permasalahan utama adalah tidak adanya petani yang menggarap area lahan tersedia seluas 200 ribu hektare. Petani di Kaltim terus menyusut jumlahnya dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
“Dahulu petani jumlahnya sebanyak 202 ribu orang dan sekarang menjadi 158 ribu orang. Sudah banyak yang tua dan anaknya enggan melanjutkan profesi orang tuanya,” paparnya.
Namun ke depannya, Ibrahim optimis petani akan menjadi profesi primadona menyusul tingginya angka pemutusan hubungan kerja saat ini. Dia menghitung garapan 1 hektare sawah petani mampu menghasilkan 5 ton beras seharga minimal Rp 12 juta sekali panen.
Apalagi pemerintah sudah berkomitmen menjaga harga jual produksi pangan dalam negeri. Pemerintah juga menyediakan berbagai sarana prasarana pendukung seperti pompa air, mesin bajak sawah, bendungan, pupuk hingga kebijakan perlindungan pangan.
“Program Jokowi ini bagus untuk mendongkrak produksi pangan dalam negeri. Saya yakin bisa berjalan,” paparnya. (Abelda Gunawan/Zul)