Jatuh Bangun Janda Korban Bom Bali I hingga Jadi Guru Berprestasi

Meski kondisi psikologinya belum pulih, Leniasih, janda korban Bom Bali I itu mampu berprestasi.

oleh Dewi Divianta diperbarui 13 Okt 2016, 12:01 WIB
Meski kondisi psikologinya belum pulih, Leniasih, janda korban Bom Bali I itu mampu meraih prestasi. (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Kuta -‎ Bali diguncang bom pada 14 tahun lalu, tepatnya 12 Oktober 2002. Bom yang meledak di Paddys Club dan Sari Klub itu menewaskan 202 orang. Salah satunya adalah I Kadek Sukerna, suami dari Ni Wayan Leniasih.

Praktis sejak saat itu, Leniasih harus menghidupi dua anaknya yang masih kecil. Si sulung saat peristiwa itu terjadi baru berusia 3 tahun, dan si bungsu baru berusia satu bulan.

Tak kuasa menanggung beban, Leniasih memutuskan kembali ke kampung halamannya di Kabupaten Buleleng. "Buntu otak saya waktu itu," kata Leniasih saat ditemui Liputan6.com di Kuta‎, Rabu, 12 Oktober 2016.

Selama tiga bulan, Leniasih tak pernah mengetahui keberadaan suaminya yang bekerja sebagai bartender di Sari Klub. Namun, telepon yang  berdering dari Forensik RSUP Sanglah Denpasar membuatnya tersadar jika nyawa sang suami ikut terenggut dalam peristiwa kelam itu.

Enam bulan ia tak bisa bangkit. Namun, kedua buah hatinya membuatnya lebih kuat. Semangat itu semakin bertambah manakala ia memperhatikan ketegaran ibu mertuanya.

"Ibu mertua sudah ditinggal suami, anaknya (suami Leniasih) juga meninggal, tapi tetap tegar," kata Leniasih.

Tak mau lama-lama terpuruk, Leniasih memutuskan kembali ke Denpasar. Tekadnya satu, bangkit dari keterpurukan untuk membesarkan buah hatinya.

"Kekuatan saya terletak di anak-anak," ucap dia.

Saat peristiwa itu terjadi, Leniasih masih bekerja sebagai guru magang di TK Indra Prasta Kuta di Jalan By Pass Ngurah Rai. "Saya hanya lulusan D2, itu pun suami yang membiayai," ucap dia.

Beruntung, seorang donatur asal Singapura mau membiayai Leniasih sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. "Ibu Young Shin namanya. Dia waktu itu mau memberi bantuan uang. Saya bilang, saya tidak mau uang, yang saya mau keterampilan. Saya akhirnya melanjutkan kuliah hingga S1," tutur dia.

‎Selama berusaha, bukan berarti ia tak pernah terjatuh. Saban teringat peristiwa memilukan itu, semangat Leniasih mengendur.

Ia selalu menangis jika mengingat peristiwa kelam tersebut. Ia teringat fragmen hitam yang terekam lewat mata kepalanya sendiri. "Saya melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana relawan mengevakuasi tubuh tanpa kepala, tangan dan kaki," kata dia.

Meski secara psikologi belum pulih benar, Leniasih tetap berusaha bangkit. Ia bahkan berhasil menyabet label guru berprestasi tingkat PAUD (pendidikan anak usia dini).

Berkat ketegarannya pula, ia mewakili Provinsi Bali bersaing di tingkat nasional. "Waktu itu diseleksi dari tingkat kecamatan, kabupaten, hingga provinsi. Saya terpilih mewakili Bali di tingkat nasional. Saya (meraih) juara 6," ucap Leniasih yang mendapat penghargaan pada Agustus 2016 lalu.

Kendati begitu, satu cita-cita Leniasih yang belum tercapai. Ia ingin menjadi PNS. Ia mengaku pernah mengikuti seleksi tes CPNS. Namun, harapannya sirna lantaran tertipu makelar.

"Saya tertipu, Rp 25 juta hilang. Sedihnya uangnya boleh pinjam dari orang," kata Leniasih.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya