Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak menutup mata soal nama Partahi Tulus Hutapea yang disebut menjadi bagian dugaan suap yang melibatkan eks Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Muhammad Santoso.
Partahi, yang juga anggota majelis hakim perkara terdakwa Jessica Kumala Wongso itu disebut turut menjadi bagian suap ketika menangani perkara perdata di PN Jakpus melalui Santoso.
Advertisement
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, fakta persidangan itu akan menjadi bahan kajian penyidik untuk ditindaklanjuti.
"Ya, fakta persidangan dapat menjadi bahan kajian penyidik lebih lanjut atas kasus dimaksudkan," ujar Saut dalam pesan tertulisnya, Kamis 13 Oktober 2016.
Meski begitu, lanjut Saut, bukan berarti KPK langsung memeriksa Partahi dan Casmaya yang juga menjadi anggota majelis hakim perkara perdata dimaksud. Yakni perkara wanprestasi antara PT Mitra Maju Sukses (PT MMS) terhadap PT Kapuas Tunggal Persada (PT KTP) di PN Jakpus.
"Dipelajari dulu. Tidak mesti langsung harus diperiksa," ujar Saut.
Seperti diketahui, Ahmad Yani, staf pengacara di Wiranatakusumah Legal & Consultant didakwa bersama-sama bosnya, Raoul Aditya Wiranatakusumah memberi suap sebesar SGD 28 ribu kepada eks panitera pengganti PN Jakpus, Muhammad Santoso.
Suap itu diberikan Raoul melalui Yani dengan maksud pengamanan perkara perdata PT MMS versus PT KTP. Raoul merupakan pengacara PT KTP dalam perkara yang didaftarkan pada 29 Oktober 2015 silam.
Lewat Yani, Raoul memberi suap agar Santoso dapat melobi majelis hakim yang diketuai Partahi Tulus Hutapea dan salah satu anggota majelis hakimnya bernama Casmaya supaya menolak gugatan PT MMS kepada PT KTP. Hasilnya, Partahi cs kemudian memutus tidak dapat menerima gugatan PT MMS kepada PT KTP.
Raoul kemudian memberi Rp 300 juta kepada Yani yang kemudian ditukarkan ke mata uang dolar Singapura menjadi SGD 30 ribu. Yani kemudian diperintahkan memecah uang tersebut menjadi dua bagian, SGD 25 ribu untuk hakim dan SGD 3 ribu untuk Santoso. Sementara SGD 2 ribu dikantongi Yani.
Beberapa jam usai putusan, Yani memberikan uang SGD 25 ribu dan SGD 3 ribu dalam dua amplop terpisah dengan kode 'HK' yang berarti untuk hakim Partahi dan Casmaya, serta 'SAN' yang berarti untuk Santoso. Setelah menerima duit haram tersebut, Santoso kemudian ditangkap tangan oleh Tim Satgas KPK saat tengah menumpang ojek motor di perempatan lampu merah Matraman, Jakarta Timur.
Atas perbuatannya itu, Yani didakwa dengan ancaman pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.