Liputan6.com, Yogyakarta Puro Pakualaman merupakan salah satu dari pusat budaya di Yogyakarta. Kebudayaan di Puro Pakualaman ini terlihat dari bangunan istana yang masih berdiri kokoh. Namun selain itu ternyata dapat dilihat dari kain batik yang dihasilkan oleh Puro Pakualaman. Itu terlihat dalam Jogja International Batik Biennale 2016 di JEC sejak 12 hingga 16 Oktober 2016. Ribuan batik diperlihatkan oleh umum dengan empat anjungan kraton di Solo dan Jogja.
Baca Juga
Advertisement
Nyimas Lurah Renggomurti, abdi dalem sekaligus pembatik pakualaman mengatakan batik Pakualaman memiliki ciri khas tersendiri. Motif batik ini diambil dari naskah kuno milik pakualaman. Berbagai motif pun sudah dihasilkan oleh puro pakualaman. Namun dari semua batik yang dihasilkan ternyata batik dengan motif Sari Makara Uneng adalah yang terpanjang.
"Namanya Sari Makoro Uneng. Batik itu dibuat untuk tarian yang sama karena tariannya panjang. Motif ini memiliki panjang paling besar yaitu tiga setengah meter," ujarnya di JEC Jumat (14/10/3016).
Nyimas Lurah Renggomurti mengaku dalam membuat batik bermotif Sari Makoro Uneng ini membutuhkan waktu selama 6 bulan dengan panjang 3,5 meter. Motif ini diambil dari naskah Langen Wibawa milik Puro Pakualaman. Batik ini dapat digunakan saat acara besar di Puro Pakualaman.
"Batik ini tidak dipakai untuk sehari hari, hanya untuk tarian. Digunakan pas acara di puro, seperti gelar budaya," ujarnya.
Sementara itu Gusti Kanjeng Bendara Raden Ayu (GKBRAy) Adipati Paku Alam (Istri Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X) mengatakan, naskah Langen Wibawa mengisahkan tentang kemolekan penari pakualaman. Naskah ini lalu dituangkan dalam motif batik Sari Makara Uneng dengan gambar gunung, perempuan bertubuh udang dan kupu-kupu. Menurutnya ini menggambarkan perjalanan para penari sejak dari gunung dan menyesuaikan adat istiadat di dalam istana.
"Motif ini juga sengaja diciptakan untuk pertunjukan tari di Puro Pakualaman," jelasnya.
Atika mengatakan motif batik yang pertama kali dibuat dari naskah kuno adalah motif batik Wilaya Kusumajana. Yaitu motif yang diambil dari naskah Sestradi Suhul dan Babar Palupyan. Naskah ini berisi tentang petuah agar tidak mudah menyerah karena dihinakan, tapi juga menjadi angkuh saat menerima pujian.
"Motif ini berlatar beras wutah sebagai harapan manusia sejahtera lahir batin," ujarnya.