Potret Menembus Batas: Melayangan, Tarian Langit untuk Dewa

Bagi pelayang, kepuasan sejati ada saat melihat layangan miliknya menari di angkasa.

oleh Liputan6 diperbarui 17 Okt 2016, 03:27 WIB
Bagi pelayang, kepuasan sejati ada saat melihat layangan miliknya menari di angkasa.

Liputan6.com, Bali - Pulau Bali jadi surganya kaum pelancong. Hadirnya wisatawan membawa budaya asing tak terhindarkan. Meski begitu, masyarakat Bali masih teguh menjaga budaya dan tradisi. Satu di antaranya adalah tradisi bermain layang-layang, permainan sederhana masyarakat agraris di Bali. Permainan kreatif buah imajinasi.

Saat petak sawah mengering lapang, saat tiada hujan dan angin berhembus kencang dan selepas masa panen. Inilah waktu pas bagi para bocah di Bali mulai menerbangkan layang-layang.

Memasuki pascapanen para lelaki kelompok pecinta layang-layang akan berkumpul dan bergelut dengan bambu, bahan utama kerangka layang-layang. Tak asal teori dan tak sembarang kreasi. Ada pakem yang menjadi pertimbangan bagi seorang undagi, sebutan ahli pembuat layang-layang di Bali.

Pantai Padang Galak di kawasan Sanur menjadi satu dari segelintir arena melayangan di Bali. Juli hingga Oktober menjadi periode pestanya kaum pecinta layang-layang di Bali dengan hampir 20 ajang lomba bertebaran. Dalam empat bulan ini angin berembus maksimal.

Sebelum mengangkasa di arena lomba, layangan tradisional, bebean, pecukan dan janggan disucikan. Doa dan asa dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Karya terbang itu dipercaya memiliki tulang dan organ tubuh selayaknya manusia, bahkan memiliki roh. Jiwa layangan diyakini perwujudan Rare Angon, dewa pelindung areal persawahan dari hama maupun burung.

Ada tiga jenis layang tradisi di Bali. Pertama, bebean yang mengambil bentuk ikan. Kedua, pecukan yang bentuknya dipercaya simbol dari sang Hyang Widhi Wasa. Sedangkan yang terakhir ialah janggan yang berbentuk naga dengan ekor menjuntai hingga puluhan meter dan paling sakral.

Tak semua layangan mengangkasa mulus. Angin jadi faktor utama melayangan sulit diprediksi. Selain itu, areal luas juga tak kalah penting karena layangan tradisional Bali berukuran raksasa.

Melayangan tak lagi monopoli kaum pria. Ni Lobang Kori lah yang kelompok yang semuanya beranggotakan wanita.

Berdiri dua tahun lalu, Ni Lobang Kori tak pernah absen meramaikan festival lomba. Sebab bagi pelayang, kepuasan sejati ada saat melihat layangan miliknya menari di angkasa.

Saksikan kisah tradisi Melayangan selengkapnya yang ditayangkan Potret Menembus Batas SCTV, Minggu (16/10/2016) di bawag ini.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya