Liputan6.com, New York - Manusia melakukan berbagai cara demi mengejar kecantikan dan ketampanan, bahkan dengan cara-cara yang aneh dan tak masuk di akal.
Kaum wanita di seluruh dunia rela bangun pagi sekali supaya cukup waktunya berias depan cermin, mewarnai wajahnya, dan mencabuti alis.
Baca Juga
Advertisement
Cukup besar jumlah uang yang digelontorkan untuk membeli pakaian-pakaian yang dirasa fashionable dan melakukan sejumlah hal yang ternyata bisa merusak kesehatan, bahkan membahayakan nyawa -- misalnya dengan menggunakan kosmetik mengandung merkuri atau mengikir tulang rahang agar wajah tampak lebih tirus.
Seiring berjalannya waktu, konsep kecantikan berubah drastis. Kategori 'cantik' berubah dari masa ke masa.
Dikutip dari situs Listverse.com pada Senin (17/10/2016), berikut adalah 10 konsep kecantikan -- dan kejantanan -- masa lalu bakal dianggap aneh untuk ukuran sekarang. Apa saja?
1. Alis 'Ulat Bulu'
Pada masa Yunani Kuno, wanita yang alisnya tampak terpisah malah dianggap mengganggu pemandangan.
Jika seorang wanita ingin menonjolkan selera dan kecantikan, ia perlu menampilkan garis tegas panjang berwarna hitam, mirip seperti ulat membentang di antara alis kiri dan kanan.
Saat itu, alis sambung merupakan aksesori paling seksi bagi seorang wanita. Kaum wanita menempelkan bubuk rambut hitam supaya alisnya terkesan menyambung.
Kalau alisnya kurang lebat hingga menyambung, seorang wanita di masa itu menggunakan jelaga, bulu kambing, atau getah pohon berwarna hitam yang ditempelkan untuk menyatukan alis.
2. Hak Tinggi 60 Cm
Pada Abad Pertengahan, Florence merupakan ibukota dunia untuk urusan gaya. Semua kaum wanita di sana melakukan apapun untuk tampil kinclong.
Tapi tidak ada tren yang mengalahkan penggunaan chopin, yaitu sepatu hak dengan hak bahan kayu yang tingginya terkadang lebih dari 60 cm. Karena begitu populer, kaum pria pun ikut-ikutan memakainya.
Tentu saja susah bergerak mengenakan sepatu seperti itu, sehingga fashionista di sana pun mengenakan tongkat sebagai alat bantu berjalan.
Bagi kebanyakan orang luar Florence hal tersebut terlihat konyol dan "sia-sia", tapi pihak Gereja seakan dapat menerima hal tersebut. Setidaknya, hak tinggi mencegah kaum wanita berjoget, suatu hal yang dianggap dosa.
Alat Kelamin yang 'Menyembul'
3. Tetesan Racun pada Mata
Tanaman ceri mati (nightshade) termasuk salah satu yang paling beracun sedunia. Jika diteteskan pada minuman seseorang, korban bisa saja koma. Sedikit lebih banyak, maka nyawa bisa melayang.
Tapi, pada masa Renaisans di Italia, kaum wanita meneteskan sari bunga tanaman itu langsung ke mata. Tanaman itu mereka kenal sebagai 'belladonna' yang berarti 'wanita cantik'. Setetes racun itu dapat melebarkan pupil mata.
Ketika kaum wanita sedang terangsang, pupil matanya memang melebar. Tetesan racun itu membuat mata wanita tampak seperti sedang terangsang secara permanen.
Tapi, racun itu juga punya efek samping. Busa memburamkan pandangan dan meningkatkan degup jantung. Jika diteteskan terlalu sering, mata bisa buta.
4. Penis Menyembul
Sepanjang sejarah, sejumlah peradaban sepakat bahwa penis yang menyembul merupakan hal yang sedap dipandang. Di Inggris, pandangan ini datang dan pergi selama 500 tahun belakangan.
Dulu ada sejenis cangkang yang menutupi bukaan kecil pada pakaian dalam pria. Tapi, pada masa Edward IV, kaum pria menyadari bahwa aksesori ini bisa membuat penis tampak besar.
Pada masa Henry VII, wadah ini bahkan dibuat membesar luar biasa dan gaya tersebut tenggelam ketika Elizabeth I naik takhta.
Tapi kaum pria kembali menggandrunginya. Pada masa George, kaum pria mengenakan celana sesempit mungkin supaya penis mereka tampak menyembul.
Karena tuntutan gaya, kaum pria yang terlalu gemukpun mengenakan celana ketat. Waduh.
Advertisement
Kesan 'Jantan' Luka di Pipi
5. Menghitamkan Gigi
Kebiasaan kaum wanita Jepang ini berlangsung cukup lama. Kaum wanita Jepang sudah cukup lama memiliki kebiasaan ini, tapi kurang jelas kapan mulainya.
Setidaknya, sekitar 900 M, kaum wanita mulai mewarnai gigi mereka menjadi hitam meniru gigi yang membusuk. Tak lama kemudian, kaum pria menirunya.
Mereka mencampur air panas, sake, dan besi panas membara dalam sebuah panci dan didiamkan selama 5 hari hingga daki hitam mengambang di permukaan. Daki tersebut kemudian diraup dan digosokkan pada gigi.
Akhirnya, gaya ini meredup hingga akhirnya dilarang sejak 1870 setelah berlangsung kira-kira 1.000 tahun.
6. Melukai Pipi
Pada Abad ke-19 di Jerman, tampilan dengan pipi luka tergores menjadi 'dandanan' kaum pria. Supaya terkesan jantan. Mereka sengaja mencari-cari cara melukai wajah sendiri, tapi tidak boleh menoreh wajah sendiri.
Karena itu, para pelajar pria menantang duel satu sama lain. Pria dewasa dan remaja memang mengenakan topeng anggar untuk melindungi mata dan tenggorokan, tapi membiarkan bagian lain wajahnya terpapar dan berharap dilukai lawan.
Sesudah itu, lukanya dibesar-besarkan sebisa mungkin. Bahkan ada laporan seorang pria yang bikin teman-temannya tercengang, saat memamerkan 14 luka pada wajahnya.
Topi Penangkal Petir
7. Hak Sepatu Beda Tinggi
Putri Alexandra di Denmark adalah penentu tren. Ia adalah istri sang pangeran negeri itu dan tampilannya ditiru di seantero negeri. Ketika ia mengenakan pakaian atau aksesori baru, kaum wanita bergegas menirunya.
Bahkan ketika ia menderita demam rematik sehingga kakinya terganggu, kaum wanita pun tetap menirunya. Awalnya, mereka mencari-cari sepatu yang tidak padan kiri dan kanan, karena ingin terlihat tertatih-tatih seperti Alexandra.
Pedagang mencium gelagat dan mulai menjual sepatu "pincangnya Alexandra". Hak di satu sisi sepatu lebih tinggi dan satu hak lagi lebih rendah.
Kaum wanita berkeliaran tertatih-tatih di jalan-jalan mengenakan sepasang sepatu yang tidak padan sambil menggunakan tongkat. Kesulitan berjalan malah dijadikan bentuk kecantikan.
8. Topi Penangkal Petir
Ketika Benjamin Franklin memasang anak kunci pada layangan lalu menerbangkannya saat hujan berpetir, ia melakukan lebih dari sekedar sesuatu yang ilmiah, tapi hal yang kelak mempengaruhi 'fashion'.
Sepertinya kaum wanita Paris khawatir dengan risiko disambar petir ketika sedang berada di luar ruang sehingga mereka menggunakan gagasan Franklin dan memulai tren baru penggunaan topi penangkal petir.
Kaum wanita elite berjalan ke luar rumah mengenakan batangan-batangan besi yang dilekatkan pada topi mereka. Batangan-batangan itu terjuntai ke tanah.
Kaum yang sadar akan gaya ini tidak lupa melengkapi diri dengan payung yang dapat mengalirkan arus listrik ke tanah.
Tapi tidak ada catatan apakah ada di antara wanita itu yang pernah tersambar petir, sehingga tidak jelas apakah topi itu memang bekerja.
Topi-topi itu dijual terutama kepada warga terkaya sekaligus paling sadar gaya. Jadi, walaupun topinya tidak berguna menangkal petir, penggunanya tetap gaya.
Advertisement
Kaus Kaki dan Sandal
9. Memakai 7 Helai Pakaian Sekaligus
Revolusi Budaya oleh Mao telah mengubah tata busana. Kaum terhormat mengenakan pakaian serupa Mao dengan kerah terbalik yang khas China. Ada juga yang mengenakan pakaian tentara demi menunjukkan kesetiaan kepada partai.
Tapi ada yang lebih mencengangkan lagi, mereka memakai sebanyak mungkin pakaian pada tubuh.
Menurut seorang penulis bernama Jung Chang, tren busana anak lelaki pada masa Revolusi Budaya adalah pemakaian beberapa pakaian dalam sekaligus, dengan kerah-kerah yang ditegakkan, lalu dipasangakan jas melapisi luarnya.
Mereka percaya, bahwa semakin banyak pakaian yang dipakai, maka semakin tampak cerdaslah pemakainya. Untunglah tidak ada yang memakai hingga 8 lapis pakaian di musim panas.
Rekor terbanyak pemakaian baju dipegang oleh seorang anak lelaki yang mengenakan 7 pakaian sekaligus. Lebih gaya lagi, ia mengenakan sepatu sneakers yang tak bertali.
10. Sandal dan Kaos Kaki
Romawi Kuno menghadirkan tata busana paling mengganggu kita, yaitu pemakaian kaos kaki dengan sandal.
Tak peduli dengan hal yang sekarang seakan tabu ini, warga di zaman itu dengan berani dan bangga berjalan ke luar rumah mengenakan kaos kaki ketika mengenakan sandal.
Hal ini tidak langsung kita ketahui. Perlu penelitian beberapa tahun lamanya oleh sejumlah ahli arkeologi dan sejarah, hingga akhirnya bisa menyimpulkan kombinasi alas kaki yang dipakai pada masa Romawi Kuno.
Sekarang sudah ada "bukti tak terbantah" bahwa mereka mengenakan kaos kaki bersama sandal. Kaos kakinya dirajut dari bahan wool dengan panjang mencapai lutut. Kemudian, kaos kaki itu dipadu dengan sandal dengan ujung terbuka.
Pemakaian sandal tanpa kaos kaki ditengarai merupakan gejala yang muncul belakangan.