Liputan6.com, Beijing - Pemerintah China naik pitam. Pertemuan Presiden Slovakia, Andrej Kiska dan pemimpin spiritual Tibet Dalai lama lah yang jadi pemicunya.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying menyebut perilaku Kiska sangat tak bersahabat. Pasalnya, Dalai Lama telah mereka cap sebagai tokoh separatis yang coba merusak persatuan Tiongkok.
Bukan hanya itu, hal yang menurut China lebih tidak bisa diterima lagi adalah sikap Slovakia yang tak mendengar permintaan Negeri Tirai Bambu untuk tidak menemui Dalai Lama.
Baca Juga
Advertisement
"China dengan tegas menolak ini dan kami akan mengambil respons yang terukur," ujar Hua, seperti dikutip di Reuters, Kamis (17/10/2016).
Hua menambahkan, sudah seharusnya Slovakia mengerti bahwa Dalai Lama berjuang untuk memisahkan Tibet dari China. Oleh sebab itu, menurut Beijing, pertemuan tersebut dapat diartikan merusak dasar hubungan politik kedua negara.
"Kami meminta Slovakia untuk mengenali sifat anti-China yang dibawa Dalai Lama dan meminta mereka menghormati kepentingan dan keprihatinan utama dari China," jelas Hua.
"Slovakia harus mengambil langkah untuk mengeliminasi imbas negatif dari pertemuan ini," sambung dia.
Dalam kunjungan ke Eropa, pada Minggu 16-Oktober-2016 lalu, Presiden Slovakia menemui Dalai Lama. Pertemuan sembari makan malam digelar di Ibukota Bratislava.
Situs pribadi Dalai Lama pun menampilkan foto pertemuan kedua pemimpin yang tengah berbicara satu sama lain.
Sementara itu, kemarahan China tidak cuma ditujukan kepada Slovakia, namun juga diarahkan kepada Parlemen Eropa.
Pasalnya, ketika mengunjungi Benua Biru, Dalai Lama juga menyempatkan bertemu Presiden Parlemen Eropa, Martin Schulz.
Saat mengunjungi Eropa beberapa pemimpin negara di benua itu juga meminta bertemu Dalai Lama. Aksi ini semakin memancing amarah China.
Dalai Lama kabur dari Tibet ke India pada 1959. Kepergian Dalai lama memicu perseteruan rakyat Tibet dan China.
Sementara, kelompok HAM internasional telah menuduh [China]( 2626416 "") melakukan pelanggaran HAM di Tibet. Mereka dituding melancarkan aksi represif terhadap budaya dan agama dari masyarakat di sana.